Tampilkan postingan dengan label Kesenian. Tampilkan semua postingan
filosofi
gamelan
Gamelan
berasal dari kata gamel yang artinya melakukan, gamelan pertama di buat pada
tahun 167, dan terbuat dari bambu dan gamelan itu orkestranya orang jawa.
Gamelan itu banyak mengandung filosofi contohnya: Bunyinya: nang ning nung neng
nong. Nang (menang), ning (wening, berfikir) nung (ndhunung, berdo’a ), neng
(meneng, diam), nong (Tuhan). Namanya: G (gusti), A (alloh), M (maringi), E
(emut-ingat), L (lakonono), A (ajaran), N (nabi).
TATA CARA MEMAINKAN GAMELAN :
1.Dalam memainkan gamelan kita harus mempelajari unsur-unsur yang menunjang,
seperti aturan main, tata susila, rasa kebersamaan dan kepekaan emosional.
2.Dilakukan dengan sikap yang baik dan duduk bersila.
3.Masuk areal gamelan tidak boleh melangkai alat gamelan.
MACAM-MACAM INSTRUMENT GAMELAN:
1. Bonang barung dan bonang penerus:
Ricikan yang berbentuk pencon yang diletakkan diatas rancakan dengan susunan 2
deret yaitu bagian atas disebut brunjung dan bagian bawah disebut dhempok.
Terdiri dari 2 rancak. 1 rancak untuk laras slendro yang berisi 10/ 12 pencon,
dan laras pelok berisi 14 pencon.
2. Wilahan (terdiri dari):
• Saron 1 dan 2
• Demung
• Slentem
• Peking
Wilahan berbentuk pipih terletak diatas rancakan yang terbuat dari kayu, ada 2
rancak, 1 rancak untuk laras slendro, dan 1 rancak untuk laras pelog
3. Kempul
Kempul menandai aksen-aksen penting dalam kalimat lagu/ gending untuk
menegaskan ketukan
4. Gong ( Gong gede dan gong suwukan )
Gong menandai permulaan dan akhiran gending dan memberikan rasa keseimbangan
setelah berlalunya kalimat lagu.
5. Gambang
Gambang ada3 rancak dengan bilah yang di buat dari kayu, 1 reancak untuk
slendro, 2 rancak untuk pelok, masing-masing rancak terdiri dari 21 bilah mulai
dari nada 5 sampai dengan nada 5.
6. Gender ( Gender barung dan gender penerus )
Bentuk bilah menggunakan tabung atau bumbungan yang di buat dari bamboo.
Sebagai resonator. Gender barung berisi 14 bilah, gender penerus 14 bilah.
7. Kethok kenong
Dalam memberi batasan sturktur suatu gending, kenong adalah instrument kedua
yang peling penting setelah gongdan menuntun alur l
8. Celempung
Celempung instrument kawat petik. Kawatnya terdiri dari 13 pasang ditegakkan
antara paku atas dan bawah, ada 3 buah satu untuk laras slendro dan 2 untuk
laras pelok
9. Kemanak
Bentuknya seperti buah pisang, untuk mengiringi tari buidaya dan srimpi
10. Khendang
Kendhang dimainkan dengan jari dan telapak tangan, Kendhang yang menentukan
irama dan tempo, (menjaga keajekan tempo, menuntun peralihan cepat atau lambat,
menghentikan irama gamelan). Macam kendhang. ( ada kendang gede, kendang
wayangan, kendshang ciblon, dan ketipung).
11. Rebab
Rebab berbentuk biola. Nabuhnya dengan cara digesek
12. suling
(Terbuat dari Bambu yang di lubangi )
13. sitter
Sliter instrument kawat petik yang terdiri dari 13 pasang, (alat ini lebih
kecil dari celempung)
CARA MEMBUNYIKAN GAMELAN:
1. Dikebuk
Contoh: Bedhuk, Kendang
2. Dipukul
Contoh : Gender, gambang, kemanak, kecer, saron, bonang, kenong, kempul, gong.
3. Digesek :
Contoh : Rebab
4. Dipetik
Contoh : Celempung dan sitter
5. Ditiup
Contoh : Suling.
PERAN RICIKAN / INSTRUMENT GAMELAN:
Masing-masing instrument mempunyai perbedaan bantuk, peran dan fungsi. Untuk
menyatukan hal tersebut, ada pembagian tugas dari masing-masing instrument,
yaitu :
• Pamurba wirama
Bertugas untuk menguasai irama dalam sajian, menentukan tempo dan volume serta
menghentikan gendhing. Instrument kendhang.
• Pamurba lagu :
Bertugas penetu dan penuntun lagu, menunjukan nafas, jiwa, dan karakter
gendhing yang disajikan. Instrument Rebab, gender, bonang.
• Pamangku wirama
Bertugas menjaga irama, mempertegas tempo yang telah adea. Instrument
Kethuk,kenong,kempyang,kempul dan gong
• Pamangku lagu
Bertugas memjalankan lagu yang sudah ada, serta mempertegas melodi. Instrument
Gender,Saron, demung dan peking.
• Pangrengga lagu
Bertugas mengisi lagu. Instrument Gender penerus, suling, celempung dan sitter.
Nang,Ning,Nung Filosofi Gamelan
Full View
Label:
Budaya,
Kesenian,
Sejarah
filosofi
gamelan
Gamelan
berasal dari kata gamel yang artinya melakukan, gamelan pertama di buat pada
tahun 167, dan terbuat dari bambu dan gamelan itu orkestranya orang jawa.
Gamelan itu banyak mengandung filosofi contohnya: Bunyinya: nang ning nung neng
nong. Nang (menang), ning (wening, berfikir) nung (ndhunung, berdo’a ), neng
(meneng, diam), nong (Tuhan). Namanya: G (gusti), A (alloh), M (maringi), E
(emut-ingat), L (lakonono), A (ajaran), N (nabi).
TATA CARA MEMAINKAN GAMELAN :
1.Dalam memainkan gamelan kita harus mempelajari unsur-unsur yang menunjang,
seperti aturan main, tata susila, rasa kebersamaan dan kepekaan emosional.
2.Dilakukan dengan sikap yang baik dan duduk bersila.
3.Masuk areal gamelan tidak boleh melangkai alat gamelan.
MACAM-MACAM INSTRUMENT GAMELAN:
1. Bonang barung dan bonang penerus:
Ricikan yang berbentuk pencon yang diletakkan diatas rancakan dengan susunan 2
deret yaitu bagian atas disebut brunjung dan bagian bawah disebut dhempok.
Terdiri dari 2 rancak. 1 rancak untuk laras slendro yang berisi 10/ 12 pencon,
dan laras pelok berisi 14 pencon.
2. Wilahan (terdiri dari):
• Saron 1 dan 2
• Demung
• Slentem
• Peking
Wilahan berbentuk pipih terletak diatas rancakan yang terbuat dari kayu, ada 2
rancak, 1 rancak untuk laras slendro, dan 1 rancak untuk laras pelog
3. Kempul
Kempul menandai aksen-aksen penting dalam kalimat lagu/ gending untuk
menegaskan ketukan
4. Gong ( Gong gede dan gong suwukan )
Gong menandai permulaan dan akhiran gending dan memberikan rasa keseimbangan
setelah berlalunya kalimat lagu.
5. Gambang
Gambang ada3 rancak dengan bilah yang di buat dari kayu, 1 reancak untuk
slendro, 2 rancak untuk pelok, masing-masing rancak terdiri dari 21 bilah mulai
dari nada 5 sampai dengan nada 5.
6. Gender ( Gender barung dan gender penerus )
Bentuk bilah menggunakan tabung atau bumbungan yang di buat dari bamboo.
Sebagai resonator. Gender barung berisi 14 bilah, gender penerus 14 bilah.
7. Kethok kenong
Dalam memberi batasan sturktur suatu gending, kenong adalah instrument kedua
yang peling penting setelah gongdan menuntun alur l
8. Celempung
Celempung instrument kawat petik. Kawatnya terdiri dari 13 pasang ditegakkan
antara paku atas dan bawah, ada 3 buah satu untuk laras slendro dan 2 untuk
laras pelok
9. Kemanak
Bentuknya seperti buah pisang, untuk mengiringi tari buidaya dan srimpi
10. Khendang
Kendhang dimainkan dengan jari dan telapak tangan, Kendhang yang menentukan
irama dan tempo, (menjaga keajekan tempo, menuntun peralihan cepat atau lambat,
menghentikan irama gamelan). Macam kendhang. ( ada kendang gede, kendang
wayangan, kendshang ciblon, dan ketipung).
11. Rebab
Rebab berbentuk biola. Nabuhnya dengan cara digesek
12. suling
(Terbuat dari Bambu yang di lubangi )
13. sitter
Sliter instrument kawat petik yang terdiri dari 13 pasang, (alat ini lebih
kecil dari celempung)
CARA MEMBUNYIKAN GAMELAN:
1. Dikebuk
Contoh: Bedhuk, Kendang
2. Dipukul
Contoh : Gender, gambang, kemanak, kecer, saron, bonang, kenong, kempul, gong.
3. Digesek :
Contoh : Rebab
4. Dipetik
Contoh : Celempung dan sitter
5. Ditiup
Contoh : Suling.
PERAN RICIKAN / INSTRUMENT GAMELAN:
Masing-masing instrument mempunyai perbedaan bantuk, peran dan fungsi. Untuk
menyatukan hal tersebut, ada pembagian tugas dari masing-masing instrument,
yaitu :
• Pamurba wirama
Bertugas untuk menguasai irama dalam sajian, menentukan tempo dan volume serta
menghentikan gendhing. Instrument kendhang.
• Pamurba lagu :
Bertugas penetu dan penuntun lagu, menunjukan nafas, jiwa, dan karakter
gendhing yang disajikan. Instrument Rebab, gender, bonang.
• Pamangku wirama
Bertugas menjaga irama, mempertegas tempo yang telah adea. Instrument
Kethuk,kenong,kempyang,kempul dan gong
• Pamangku lagu
Bertugas memjalankan lagu yang sudah ada, serta mempertegas melodi. Instrument
Gender,Saron, demung dan peking.
• Pangrengga lagu
Bertugas mengisi lagu. Instrument Gender penerus, suling, celempung dan sitter.
Dimasa lalu, setiap pria Jawa terutama bangsawan dan priyayi, pada
saat menjalankan tugasnya sehari-hari, selalu mengenakan busana tradisional
lengkap dengan sebilah keris dipinggangnya. Setiap priyayi paling tidak
memiliki dua buah, satu untuk dipakai harian, sedangkan yang lain untuk upacara
resmi dan upacara di karaton. Tentu saja, keris yang kedua mempunyai kualitas
dan penampilan yang lebih bagus.
Dizaman kuno, keris dipergunakan sebagai senjata untuk berperang ataupun untuk
bertarung satu lawan satu. Pada saat ini, fungsi keris adalah untuk pelengkap
busana tradisional. Namun demikian, keris tetap dihargai, diperlakukan dengan
baik. Orang tradisional menghargai keris sebagai pusaka yang berharga dan
barang seni yang bernilai tinggi. Keris dinilai berkualitas tinggi, kalau
mempunyai penampilan fisik yang anggun dan punya daya spiritual yang bagus.
Orang Yang Sempurna
Menurut penilaian tradisional Jawa, seseorang telah dianggap sempurna kalau dia
telah mempunyai lima hal, yaitu:
Wismo, Wanito, Kukilo, Turonggo dan
Curigo/Keris. Penjelasan singkatnya sebagai berikut :
Wismo artinya rumah. Orang yang telah mempunyai
rumah tentunya penghasilannya cukup dan hidupnya mapan.
Wanito. Orang yang telah kawin dan punya istri (
demikian pula tentunya seorang wanita yang telah menikah), artinya
telah
memilih jalan hidup yang benar dan bertanggung jawab.
Kukilo artinya burung. Penjelasan filosofisnya
adalah : nyanyian burung itu merdu bagai music atau alunan gamelan. Mendengar
suara lembut, orang merasa tenang, enak, bahagia. Alangkah indahnya, bila
seorang ayah,kepala keluarga berbicara dengan suara lembut ,itu tentu sangat
menenangkan dan menyenangkan seluruh keluarga.
Turonggo artinya kuda. Kuda adalah alat
trransportasi yang praktis dimasa lalu. Dia bisa dipakai menarik andong ataupun
bisa ditunganggi untuk bepergian. Dalam hal ini, orang hendaknya memiliki
kendaraan kehidupan ( mempunyai jalan hidup) yang bisa dengan baik dikendalikan
supaya hidupnya mapan.
Curigo
atau Keris. Kris itu tajam
ujungnya. Ini melambangkan ketajaman pikir. Adalah sangat penting orang punya
pikiran yang tajam dengan wawasan yang luas. Itu adalah urutan dimasa dulu.
Kini, ada yang menyatakan bahwa urutan pertamanya adalah keris dengan alasan :
otak yang cemerlang, intelligentsia adalah paling penting.
Secara umum, sebuah keris mempunyai dua bagian penting, yaitu
warongko/sarung dan wilah atau bilah keris.
Warongko adalah pakaian untuk melindungi
bilah. Sejak dulu ada dua macam bentuk warongko, yaitu Branggah atau Ladrang dan Gayaman.
Branggah dikenakan pada waktu upacara resmi dan kebesaran, sedangkan Gayaman
untuk dipakai harian.
Selain itu ada dua macam gaya warongko yaitu Gaya Ngayogyokarto dan Surokarto.
Sebuah keris dari kualitas tinggi, punya penampilan yang bagus. Bagian luar keris
terdiri dari (dari atas kebawah): Ukiran/pegangan; Mendhak/cincin;
Warongko/sarung dari kayu yang langsung membungkus bilah keris dan Pendhok/
sarung atau pembungkus warongko yang terbuat dari bahan metal yang diukir.
Supaya “pakaian luar” dari bilah keris bagus dan menarik, diperlukan bantuan
seniman yang mumpuni dan ahli dalam bidangnya.
Sebuah keris yang bagus, klasik, hanya bisa dibuat oleh seorang Empu Keris,
yang memang ahli dan berpengalaman dalam bidang pembuatan keris.
Keris yang bagus juga memerlukan materi yang bagus ,berupa : besi, nikel dan
baja yang bermutu. Kadang-kadang batu meteor yang mengandung titanium juga
dipergunakan untuk menciptakan pamor yang indah yang muncul dibilah keris.
Seni Tempa
Bilah keris dibuat dengan cara ditempa ditungku milik empu, dengan suara
yang bertalu-talu memukuli campuran besi, nikel dan baja dengan
percikan-percikan api merah menyala tersebar diruangan tempa.
Di Besalen, tempat penempaan keris, diruang perapian telah disiapkan
bahan-bahan baku untuk keris berupa 5 kg lempengan besi yang berukuran
kira-kira lebar 4 cm, tebal 2 cm, panjang 15 cm; 50 gram nikel dan 0,5 kg baja.
Tiga komponen itu dicampur dengan jalan ditempa dan dibakar. Besi dipanaskan,
ditempa berulang-ulang. Nikel diselipkan antara lempengan besi, dipanaskan
membara sampai ukuran panjang tertentu, lalu dilipat dua dan ditempa. Proses
ini dilaksanakan berulang-ulang sampai mencapai lipatan yang dikehendaki,
tergantung kepada bentuk tampilan dari keris yang dikehendaki. Penempaan haruslah
dilakukan dengan sangat hati-hati dan jeli supaya muncul pamor bagus yang
diinginkan dibilah keris.
Sesudah itu, lempengan baja dengan besi dan nikel yang telah ditempa,
dipanaskan lagi sampai membara dan ditempa lagi untuk menguatkan bilah keris.
Bilah keris dibentuk sesuai kehendak, bisa dibuat Keris Lurus atau Keris Luk,
dengan bengkokan. Jadi pembuatan keris sesuai dengan blueprintnya dengan
menggunakan pelbagai alat pertukangan. Supaya bisa memunculkan pamor yang
indah, selain nikel diperlukan batu meteor sebagai tambahan. Pencampuran metal
berlapis-lapis dan penempaan adalah teknik yang diterapkan untuk menghasilkan
bilah keris yang kecil, kuat, tipis.
Pada tahap finishing, bilah keris di-sepuhi, yaitu dipanaskan tetapi tidak
sampai membara kemudian disepuh supaya kuat, awet dan bagus . Keris dicelupkan
kedalam ember yang berisi air kelapa atau cairan campuran dari sulfur, jus
jeruk dan garam. Keris sudah siap dan beratnya kira-kira 0,4 kg saja!
Pada saat ini untuk membuat sebuah keris yang bagus dan berkualitas klasik,
diperlukan : 100 kg arang jati, dan dikerjakan selama 40 hari atau bahkan
lebih untuk jenis keris yang lebih rumit. Sang Empu biasanya dibantu oleh dua
orang pembantu untuk penempaan.
Peran Empu Keris
Dizaman kuno , masyarakat tradisional sangat menghormati empu keris. Setiap
kerajaan tentu punya empu-empu keris andalannya. Para empu membuat keris atas
pesanan dari raja, pangeran dan petinggi istana. Tentu
saja ada empu yang menerima pesanan dari priyayi kecil, prajurit, guru,
seniman, petani, pedagang dan berbagai orang yang bekerja
dibermacam bidang.
Pada masa lalu, setiap orang hanya menyimpan keris yang khusus dibuat untuknya
oleh seorang empu keris. Itu prinsip utamanya.
Kedua, pejabat istana mengenakan keris jabatan yang dipinjamkan oleh raja .
Pejabat-pejabat yang mendapatkan pinjaman “Keris Jabatan”
biasanya adalah Patih, Menteri, Hulubalang, Adipati, Bupati dlsb. Mereka boleh
menyimpan keris –keris tersebut selama masih menjabat.
Ketiga, seseorang yang menerima hadiah keris dari raja atau atasannya.
Keempat, anak yang menerima keris dari ayahnya. Dulu ada kebiasaan, seorang
ayah memberikan keris kepada putra-putranya telah dewasa. Juga menantu
laki-laki yang menerima keris dari mertuanya. Dia boleh menyimpan keris tersebut
selama dia masih menjadi menantu, tetapi kalau dia cerai dengan istrinya,
kerisnya harus dikembalikan.
Secara prinsip, untuk masyarakat tradisional, keris merupakan milik pribadi,
karena keris dibuat untuk pemiliknya dengan bantuan seorang Empu Keris dan
keris tersebut mengandung harapan pemilik supaya mempunyai
kehidupan yang berhasil lahir batin.
Kehendak pribadi yang merasuk kedalam keris tersebut akan berlaku selamanya dan
itu merupakan enerji yang kuat untuk selalu menjaga dan membantu pemiliknya
demi mencapai cita-citanya.
Oleh karena itu, dimasa kuno tidak ada perdagangan keris, karena setiap keris
hanya melayani tuannya,pemiliknya. Dalam perkembangan ada jual beli keris.
Ketika membeli keris, selain bentuk dan pamor yang diperhatikan, yang paling
penting untuk dideteksi adalah enerji spiritual atau tuah keris yang merupakan
tugas utama yang asli dari keris itu. Anda harus memilih keris yang “kehendak spiritualnya” sesuai dengan kehendak anda.
Supaya anda dan keris tersebut mempunyai hubungan yang harmonis. Anda
menyenangi keris tersebut, memperlakukannya dengan patut, sehingga keris juga
merasa aman dan tenang ditangan anda dan , mestinya si keris akan melayani tuan
barunya dengan sepenuh hati.
Keris atau “isi” keris
bisa diajak berdialog, disebut “nayuh” dalam
bahasa Jawa.Seandainya, anda belum bisa menayuh keris, jangan ragu untuk
meminta bantuan seorang ahli menayuh keris.
Ada istilah halus yang dipakai dalam perdagangan keris, bila anda mau membeli
keris, anda tidak menanya: “Berapa harga keris ini?”
Tetapi anda harus mengatakan : “Berapa” Mas Kawin”
keris ini?”, seolah anda melamar untuk memiliki keris itu.
Setiap kali seorang empu membuat keris, sesuai dengan tata cara baku, dia harus
terlebih dahulu mempersiapkan diri secara batin. Dia harus membersihkan jiwa
raganya, lahir batin dengan cara berpuasa, mengurangi tidur dan tidur sebentar
sesudah tengah malam, berhari-hari melakukan meditasi. Dia dengan khusuk
memohon kepada Gusti, Tuhan untuk membuat keris yang bagus dan cocok untuk pemesannya.
Sang Empu juga memohon supaya selama proses pembuatan segalanya berjalan
lancar, aman; dia, para pembantunya dan si pemesan supaya selamat dan supaya
dia diberi berkah untuk berhasil membuat keris sesuai dengan permintaan
pelanggannya. Dia juga akan memohon restu dari gurunya atau almarhum gurunya
dalam meditasinya.
Sesudah yakin bahwa dia telah mendapatkan berkah Ilahi, dia juga akan meminta
supaya si pemesan juga melakukan tirakatan dengan membersihkan jiwa raganya
lahir batin dan berdoa kepada Gusti, Tuhan supaya diperkenankan untuk mempunyai
keris baru yang bagus dan cocok. Bila perlu dia juga harus berpuasa untuk
beberapa hari. Yang paling penting, selama proses pembuatan keris, dia harus
mempunyai pikiran dan hati yang bersih. Empu akan mencatat nama lengkapnya,
pekerjaannya, hari, tanggal, bulan dan tahun kelahirannya, bentuk /dapur keris
dan pamor keris yang diminta dan tentu saja harapan akan mission kerisnya.
Data tersebut akan dipergunakan oleh Empu untuk mulai pembuatan keris, supaya
bisa dibuat keris yang berkualitas. Seperti dalam adat, sesaji tradisional
diadakan dan ditaruh dalam besalen dengan tujuan positif untuk mendapatkan
berkah dan perlindungan Gusti, Tuhan selama berlangsungnya proses pembuatan
keris.
Keris apa yang akan dibuat dan apa misi dari keris tersebut, itu tentu
disesuaikan dari pekerjaan si pemesan. Semua orang tentu mempunyai kemauan yang
baik, tetapi setiap profesi tentu mempunyai ke-khasan masing-masing.Misalnya
ada berbagai profesi seperti : raja, pejabat tinggi Negara,
birokrat, prajurit, saudagar, petani, executive, diplomat, guru, satpam, dll. Sehingga,
kiranya mudah dimengerti bahwa sebuah keris yang bagus untuk seorang pedagang,
belum tentu cocok dipakai oleh pegawai negeri sipil.
Selain enerji spiritual asli yang diciptakan selama proses pembuatan keris, ada
pula keris yang “diisi” oleh mahluk
halus yang disebut qodam untuk membantu melindungi atau menolong pemilik keris.
Sifat Fisik Keris
Keris Lurus dan Keris Luk
Ada Keris Lurus dan Keris Luk. Ada berbagai macam Keris Luk seperti Keris Luk
3, artinya keris dengan belok 3, ada Keris Luk 5, Keris Luk 7, Keris Luk 9 dll.
Keris Lurus dan Keris Luk mempunyai arti simbolis.
Keris Lurus melambangkan kepercayaan diri dan mental yang kuat.
Keris Luk 3 melambangkan keberhasilan cita-cita.
Keris Luk 5 melambangkan : dicintai oleh banyak orang.
Keris Luk 7 melambangkan kewibawaan.
Keris Luk 9 melambangkan kewibawaan, kharisme dan kepempiminan.
Keris Luk 11 melambangkan kemampuan untuk mencapai pangkat tinggi.
Keris Luk 13 melambangkan : kehidupan stabil dan tenang.
Dapur Keris
Dapur atau bentuk khusus keris ditunjukkan oleh kombinasi dari bagian-bagian
keris dan luk dari keris. Dapur-dapur keris diciptakan oleh raja-raja Jawa.
Di masa kuno, sudah ada 19 macam dapur keris seperti Sempana, Tilam Upih, Jalak
Dhindhing, Kebo Lajer dll, ciptaan para raja kuno dengan empu-empu
terkenal, seperti :
Sri Maharaja Dewa Buddha dari Kerajaan
Medhangkamulan di Gunung Gede, Jawa Barat ditahun Saka 142. Empu Ramayadi.
Sang Raja Balya dari Kerajaan Medhangsiwanda,
Madiun, Jawa Timur ditahun Saka 238. Empu Sakadi.
Raja Berawa dari Kerajaan Medhangsiwanda, di
sebelah utara Gunung Lawu, Grobogan, Jawa Tengah. Empu Sukasadi.
Raja Buddhawana dari Kerajaan Medhangsiwanda
di tahun Saka 216. Empu Bramakedhali.
Prabu Buddha Kresna dari Kerajaan
Medhangkamulan di tahun Saka 246. Empu Saptagati.
Prabu Sri Kala dan Watugunung dari Kerajaan
Purwocarito di tahun Saka 412. Empu Sunggata dan Janggito.
Raja Basupati di Wiroto, Purwocarito di tahun
Saka 422. Empu Dewayasa.
Raja Drestarata di Astinapura, Purwocarito, di
tahun Saka 725. Empu Mayang.
Pada tahun Saka 748, terjadi perang Baratayuda versi Jawa. Perang hebat itu
menghancurkan segalanya termasuk musnahnya semua senjata keris dan tombak dll.
Memakan waktu satu abad untuk kerajaan-kerajaan baru memerintahkan para empu
untuk membuat keris dengan dapur yang sudah ada dan bahkan ditambah lahirnya
dapur-dapur baru.
Raja Gendrayana dari Mamenang, Jawa Timur. Di tahun
Saka 827 mencipta dapur Pandawa, Karna Tinandhing dan Bima Kurda. Empu Yamadi.
Raja Citrasoma dari Pengging, Jawa tengah, di tahun
Saka 941 mencipta dapur Rara Sadewa dan Megantara. Empu Gandawisesa.
Raja Banjarsekar dari Pejajaran, Jawa Barat. Ditahun
Saka 1186 mencipta dapur Parungsari, Tilamsekar dan Tilamupih. Empu Andaya.
Raja Siyung Wanara dari Pejajaran, Jawa barat.
Ditahun 1284 Saka mencipta dapur Jangkung dan Pandawa Cinarita. Empu :
Marcukandha, Macan dan Kuwung.
Raja Brawijaya V, ratu terakhir Kerajaan Majapahit,
Jawa Timur. Ditahun Saka 1380 mencipta dapur Nagasasra, Sabukinten, Anoman dll.
Empu Dhomas.
Dimasa Raja Shah Alam Akbar ( Raden Patah), ratu pertama Demak, Jawa Tengah,
beberapa wali dari Walisongo yaitu Sunan Bonang mencipta dapur Sengkelat. Empu
Suro, ditahun Saka 1429. Sunan Kalijaga mencipta dapur Kidangsoka dan Balebang.
Empu Jakasuro.
Sejak saat itu, tidak ada dapur baru yang diciptakan. Para empu penerus hanya
melanjutkan pembuatan keris dengan dapur-dapur sebelumnya yang jumlah
seluruhnya ada 120 dapur. Setiap dapur mempunyai arti simbolis yang berbeda.
Simbol Dapur Ternama Zaman Dahulu :
Sempana artinya
mimpi, maksudnya terimalah pengetahuan atau ajaran itu secara bijak.
Tilam Upih adalah untuk mengingatkan :
Sebaiknya anda memperlakukan orang lain seperti anda memperlakukan istri
anda, artinya dengan baik dan penuh perhatian. Demikian juga perlakuan anda
terhadap keris anda, seyogyanya seperti perlakuan kepada istri .
Karno Tinanding . Ini mengingatkan supaya
setiap saat orang itu terus belajar untuk menambah ilmu dan ketrampilannya.
Didunia ini harus siap berlomba untuk menambah kepandaian. Itulah makna
kehidupan, tidak ada yang kalah.
Sabuk Inten adalah permata sangat indah. Untuk
menjadi orang yang mulia dan dihormati, anda harus punya budi pekerti luhur,
tata krama dan tata susila.
Keris dan Filosofinya
Full View
Label:
Budaya,
Kesenian,
Sejarah
Dimasa lalu, setiap pria Jawa terutama bangsawan dan priyayi, pada
saat menjalankan tugasnya sehari-hari, selalu mengenakan busana tradisional
lengkap dengan sebilah keris dipinggangnya. Setiap priyayi paling tidak
memiliki dua buah, satu untuk dipakai harian, sedangkan yang lain untuk upacara
resmi dan upacara di karaton. Tentu saja, keris yang kedua mempunyai kualitas
dan penampilan yang lebih bagus.
Dizaman kuno, keris dipergunakan sebagai senjata untuk berperang ataupun untuk bertarung satu lawan satu. Pada saat ini, fungsi keris adalah untuk pelengkap busana tradisional. Namun demikian, keris tetap dihargai, diperlakukan dengan baik. Orang tradisional menghargai keris sebagai pusaka yang berharga dan barang seni yang bernilai tinggi. Keris dinilai berkualitas tinggi, kalau mempunyai penampilan fisik yang anggun dan punya daya spiritual yang bagus.
Orang Yang Sempurna
Dizaman kuno, keris dipergunakan sebagai senjata untuk berperang ataupun untuk bertarung satu lawan satu. Pada saat ini, fungsi keris adalah untuk pelengkap busana tradisional. Namun demikian, keris tetap dihargai, diperlakukan dengan baik. Orang tradisional menghargai keris sebagai pusaka yang berharga dan barang seni yang bernilai tinggi. Keris dinilai berkualitas tinggi, kalau mempunyai penampilan fisik yang anggun dan punya daya spiritual yang bagus.
Orang Yang Sempurna
Menurut penilaian tradisional Jawa, seseorang telah dianggap sempurna kalau dia
telah mempunyai lima hal, yaitu:
Wismo, Wanito, Kukilo, Turonggo dan
Curigo/Keris. Penjelasan singkatnya sebagai berikut :
Wismo artinya rumah. Orang yang telah mempunyai
rumah tentunya penghasilannya cukup dan hidupnya mapan.
Wanito. Orang yang telah kawin dan punya istri (
demikian pula tentunya seorang wanita yang telah menikah), artinya
telah
memilih jalan hidup yang benar dan bertanggung jawab.
Kukilo artinya burung. Penjelasan filosofisnya
adalah : nyanyian burung itu merdu bagai music atau alunan gamelan. Mendengar
suara lembut, orang merasa tenang, enak, bahagia. Alangkah indahnya, bila
seorang ayah,kepala keluarga berbicara dengan suara lembut ,itu tentu sangat
menenangkan dan menyenangkan seluruh keluarga.
Turonggo artinya kuda. Kuda adalah alat
trransportasi yang praktis dimasa lalu. Dia bisa dipakai menarik andong ataupun
bisa ditunganggi untuk bepergian. Dalam hal ini, orang hendaknya memiliki
kendaraan kehidupan ( mempunyai jalan hidup) yang bisa dengan baik dikendalikan
supaya hidupnya mapan.
Curigo
atau Keris. Kris itu tajam
ujungnya. Ini melambangkan ketajaman pikir. Adalah sangat penting orang punya
pikiran yang tajam dengan wawasan yang luas. Itu adalah urutan dimasa dulu.
Kini, ada yang menyatakan bahwa urutan pertamanya adalah keris dengan alasan :
otak yang cemerlang, intelligentsia adalah paling penting.
Secara umum, sebuah keris mempunyai dua bagian penting, yaitu
warongko/sarung dan wilah atau bilah keris.
Warongko adalah pakaian untuk melindungi bilah. Sejak dulu ada dua macam bentuk warongko, yaitu Branggah atau Ladrang dan Gayaman.
Branggah dikenakan pada waktu upacara resmi dan kebesaran, sedangkan Gayaman untuk dipakai harian.
Selain itu ada dua macam gaya warongko yaitu Gaya Ngayogyokarto dan Surokarto.
Sebuah keris dari kualitas tinggi, punya penampilan yang bagus. Bagian luar keris terdiri dari (dari atas kebawah): Ukiran/pegangan; Mendhak/cincin; Warongko/sarung dari kayu yang langsung membungkus bilah keris dan Pendhok/ sarung atau pembungkus warongko yang terbuat dari bahan metal yang diukir. Supaya “pakaian luar” dari bilah keris bagus dan menarik, diperlukan bantuan seniman yang mumpuni dan ahli dalam bidangnya.
Sebuah keris yang bagus, klasik, hanya bisa dibuat oleh seorang Empu Keris,
yang memang ahli dan berpengalaman dalam bidang pembuatan keris.Warongko adalah pakaian untuk melindungi bilah. Sejak dulu ada dua macam bentuk warongko, yaitu Branggah atau Ladrang dan Gayaman.
Branggah dikenakan pada waktu upacara resmi dan kebesaran, sedangkan Gayaman untuk dipakai harian.
Selain itu ada dua macam gaya warongko yaitu Gaya Ngayogyokarto dan Surokarto.
Sebuah keris dari kualitas tinggi, punya penampilan yang bagus. Bagian luar keris terdiri dari (dari atas kebawah): Ukiran/pegangan; Mendhak/cincin; Warongko/sarung dari kayu yang langsung membungkus bilah keris dan Pendhok/ sarung atau pembungkus warongko yang terbuat dari bahan metal yang diukir. Supaya “pakaian luar” dari bilah keris bagus dan menarik, diperlukan bantuan seniman yang mumpuni dan ahli dalam bidangnya.
Keris yang bagus juga memerlukan materi yang bagus ,berupa : besi, nikel dan baja yang bermutu. Kadang-kadang batu meteor yang mengandung titanium juga dipergunakan untuk menciptakan pamor yang indah yang muncul dibilah keris.
Seni Tempa
Bilah keris dibuat dengan cara ditempa ditungku milik empu, dengan suara yang bertalu-talu memukuli campuran besi, nikel dan baja dengan percikan-percikan api merah menyala tersebar diruangan tempa.
Di Besalen, tempat penempaan keris, diruang perapian telah disiapkan bahan-bahan baku untuk keris berupa 5 kg lempengan besi yang berukuran kira-kira lebar 4 cm, tebal 2 cm, panjang 15 cm; 50 gram nikel dan 0,5 kg baja. Tiga komponen itu dicampur dengan jalan ditempa dan dibakar. Besi dipanaskan, ditempa berulang-ulang. Nikel diselipkan antara lempengan besi, dipanaskan membara sampai ukuran panjang tertentu, lalu dilipat dua dan ditempa. Proses ini dilaksanakan berulang-ulang sampai mencapai lipatan yang dikehendaki, tergantung kepada bentuk tampilan dari keris yang dikehendaki. Penempaan haruslah dilakukan dengan sangat hati-hati dan jeli supaya muncul pamor bagus yang diinginkan dibilah keris.
Sesudah itu, lempengan baja dengan besi dan nikel yang telah ditempa, dipanaskan lagi sampai membara dan ditempa lagi untuk menguatkan bilah keris. Bilah keris dibentuk sesuai kehendak, bisa dibuat Keris Lurus atau Keris Luk, dengan bengkokan. Jadi pembuatan keris sesuai dengan blueprintnya dengan menggunakan pelbagai alat pertukangan. Supaya bisa memunculkan pamor yang indah, selain nikel diperlukan batu meteor sebagai tambahan. Pencampuran metal berlapis-lapis dan penempaan adalah teknik yang diterapkan untuk menghasilkan bilah keris yang kecil, kuat, tipis.
Pada tahap finishing, bilah keris di-sepuhi, yaitu dipanaskan tetapi tidak sampai membara kemudian disepuh supaya kuat, awet dan bagus . Keris dicelupkan kedalam ember yang berisi air kelapa atau cairan campuran dari sulfur, jus jeruk dan garam. Keris sudah siap dan beratnya kira-kira 0,4 kg saja!
Pada saat ini untuk membuat sebuah keris yang bagus dan berkualitas klasik, diperlukan : 100 kg arang jati, dan dikerjakan selama 40 hari atau bahkan lebih untuk jenis keris yang lebih rumit. Sang Empu biasanya dibantu oleh dua orang pembantu untuk penempaan.
Peran Empu Keris
Dizaman kuno , masyarakat tradisional sangat menghormati empu keris. Setiap kerajaan tentu punya empu-empu keris andalannya. Para empu membuat keris atas pesanan dari raja, pangeran dan petinggi istana. Tentu saja ada empu yang menerima pesanan dari priyayi kecil, prajurit, guru, seniman, petani, pedagang dan berbagai orang yang bekerja dibermacam bidang.
Pada masa lalu, setiap orang hanya menyimpan keris yang khusus dibuat untuknya oleh seorang empu keris. Itu prinsip utamanya.
Kedua, pejabat istana mengenakan keris jabatan yang dipinjamkan oleh raja . Pejabat-pejabat yang mendapatkan pinjaman “Keris Jabatan” biasanya adalah Patih, Menteri, Hulubalang, Adipati, Bupati dlsb. Mereka boleh menyimpan keris –keris tersebut selama masih menjabat.
Ketiga, seseorang yang menerima hadiah keris dari raja atau atasannya.
Keempat, anak yang menerima keris dari ayahnya. Dulu ada kebiasaan, seorang ayah memberikan keris kepada putra-putranya telah dewasa. Juga menantu laki-laki yang menerima keris dari mertuanya. Dia boleh menyimpan keris tersebut selama dia masih menjadi menantu, tetapi kalau dia cerai dengan istrinya, kerisnya harus dikembalikan.
Secara prinsip, untuk masyarakat tradisional, keris merupakan milik pribadi, karena keris dibuat untuk pemiliknya dengan bantuan seorang Empu Keris dan keris tersebut mengandung harapan pemilik supaya mempunyai kehidupan yang berhasil lahir batin.
Kehendak pribadi yang merasuk kedalam keris tersebut akan berlaku selamanya dan itu merupakan enerji yang kuat untuk selalu menjaga dan membantu pemiliknya demi mencapai cita-citanya.
Oleh karena itu, dimasa kuno tidak ada perdagangan keris, karena setiap keris hanya melayani tuannya,pemiliknya. Dalam perkembangan ada jual beli keris. Ketika membeli keris, selain bentuk dan pamor yang diperhatikan, yang paling penting untuk dideteksi adalah enerji spiritual atau tuah keris yang merupakan tugas utama yang asli dari keris itu. Anda harus memilih keris yang “kehendak spiritualnya” sesuai dengan kehendak anda. Supaya anda dan keris tersebut mempunyai hubungan yang harmonis. Anda menyenangi keris tersebut, memperlakukannya dengan patut, sehingga keris juga merasa aman dan tenang ditangan anda dan , mestinya si keris akan melayani tuan barunya dengan sepenuh hati.
Bilah keris dibuat dengan cara ditempa ditungku milik empu, dengan suara yang bertalu-talu memukuli campuran besi, nikel dan baja dengan percikan-percikan api merah menyala tersebar diruangan tempa.
Di Besalen, tempat penempaan keris, diruang perapian telah disiapkan bahan-bahan baku untuk keris berupa 5 kg lempengan besi yang berukuran kira-kira lebar 4 cm, tebal 2 cm, panjang 15 cm; 50 gram nikel dan 0,5 kg baja. Tiga komponen itu dicampur dengan jalan ditempa dan dibakar. Besi dipanaskan, ditempa berulang-ulang. Nikel diselipkan antara lempengan besi, dipanaskan membara sampai ukuran panjang tertentu, lalu dilipat dua dan ditempa. Proses ini dilaksanakan berulang-ulang sampai mencapai lipatan yang dikehendaki, tergantung kepada bentuk tampilan dari keris yang dikehendaki. Penempaan haruslah dilakukan dengan sangat hati-hati dan jeli supaya muncul pamor bagus yang diinginkan dibilah keris.
Sesudah itu, lempengan baja dengan besi dan nikel yang telah ditempa, dipanaskan lagi sampai membara dan ditempa lagi untuk menguatkan bilah keris. Bilah keris dibentuk sesuai kehendak, bisa dibuat Keris Lurus atau Keris Luk, dengan bengkokan. Jadi pembuatan keris sesuai dengan blueprintnya dengan menggunakan pelbagai alat pertukangan. Supaya bisa memunculkan pamor yang indah, selain nikel diperlukan batu meteor sebagai tambahan. Pencampuran metal berlapis-lapis dan penempaan adalah teknik yang diterapkan untuk menghasilkan bilah keris yang kecil, kuat, tipis.
Pada tahap finishing, bilah keris di-sepuhi, yaitu dipanaskan tetapi tidak sampai membara kemudian disepuh supaya kuat, awet dan bagus . Keris dicelupkan kedalam ember yang berisi air kelapa atau cairan campuran dari sulfur, jus jeruk dan garam. Keris sudah siap dan beratnya kira-kira 0,4 kg saja!
Pada saat ini untuk membuat sebuah keris yang bagus dan berkualitas klasik, diperlukan : 100 kg arang jati, dan dikerjakan selama 40 hari atau bahkan lebih untuk jenis keris yang lebih rumit. Sang Empu biasanya dibantu oleh dua orang pembantu untuk penempaan.
Peran Empu Keris
Dizaman kuno , masyarakat tradisional sangat menghormati empu keris. Setiap kerajaan tentu punya empu-empu keris andalannya. Para empu membuat keris atas pesanan dari raja, pangeran dan petinggi istana. Tentu saja ada empu yang menerima pesanan dari priyayi kecil, prajurit, guru, seniman, petani, pedagang dan berbagai orang yang bekerja dibermacam bidang.
Pada masa lalu, setiap orang hanya menyimpan keris yang khusus dibuat untuknya oleh seorang empu keris. Itu prinsip utamanya.
Kedua, pejabat istana mengenakan keris jabatan yang dipinjamkan oleh raja . Pejabat-pejabat yang mendapatkan pinjaman “Keris Jabatan” biasanya adalah Patih, Menteri, Hulubalang, Adipati, Bupati dlsb. Mereka boleh menyimpan keris –keris tersebut selama masih menjabat.
Ketiga, seseorang yang menerima hadiah keris dari raja atau atasannya.
Keempat, anak yang menerima keris dari ayahnya. Dulu ada kebiasaan, seorang ayah memberikan keris kepada putra-putranya telah dewasa. Juga menantu laki-laki yang menerima keris dari mertuanya. Dia boleh menyimpan keris tersebut selama dia masih menjadi menantu, tetapi kalau dia cerai dengan istrinya, kerisnya harus dikembalikan.
Secara prinsip, untuk masyarakat tradisional, keris merupakan milik pribadi, karena keris dibuat untuk pemiliknya dengan bantuan seorang Empu Keris dan keris tersebut mengandung harapan pemilik supaya mempunyai kehidupan yang berhasil lahir batin.
Kehendak pribadi yang merasuk kedalam keris tersebut akan berlaku selamanya dan itu merupakan enerji yang kuat untuk selalu menjaga dan membantu pemiliknya demi mencapai cita-citanya.
Oleh karena itu, dimasa kuno tidak ada perdagangan keris, karena setiap keris hanya melayani tuannya,pemiliknya. Dalam perkembangan ada jual beli keris. Ketika membeli keris, selain bentuk dan pamor yang diperhatikan, yang paling penting untuk dideteksi adalah enerji spiritual atau tuah keris yang merupakan tugas utama yang asli dari keris itu. Anda harus memilih keris yang “kehendak spiritualnya” sesuai dengan kehendak anda. Supaya anda dan keris tersebut mempunyai hubungan yang harmonis. Anda menyenangi keris tersebut, memperlakukannya dengan patut, sehingga keris juga merasa aman dan tenang ditangan anda dan , mestinya si keris akan melayani tuan barunya dengan sepenuh hati.
Keris atau “isi” keris
bisa diajak berdialog, disebut “nayuh” dalam
bahasa Jawa.Seandainya, anda belum bisa menayuh keris, jangan ragu untuk
meminta bantuan seorang ahli menayuh keris.
Ada istilah halus yang dipakai dalam perdagangan keris, bila anda mau membeli keris, anda tidak menanya: “Berapa harga keris ini?” Tetapi anda harus mengatakan : “Berapa” Mas Kawin” keris ini?”, seolah anda melamar untuk memiliki keris itu.
Setiap kali seorang empu membuat keris, sesuai dengan tata cara baku, dia harus terlebih dahulu mempersiapkan diri secara batin. Dia harus membersihkan jiwa raganya, lahir batin dengan cara berpuasa, mengurangi tidur dan tidur sebentar sesudah tengah malam, berhari-hari melakukan meditasi. Dia dengan khusuk memohon kepada Gusti, Tuhan untuk membuat keris yang bagus dan cocok untuk pemesannya.
Sang Empu juga memohon supaya selama proses pembuatan segalanya berjalan lancar, aman; dia, para pembantunya dan si pemesan supaya selamat dan supaya dia diberi berkah untuk berhasil membuat keris sesuai dengan permintaan pelanggannya. Dia juga akan memohon restu dari gurunya atau almarhum gurunya dalam meditasinya.
Sesudah yakin bahwa dia telah mendapatkan berkah Ilahi, dia juga akan meminta supaya si pemesan juga melakukan tirakatan dengan membersihkan jiwa raganya lahir batin dan berdoa kepada Gusti, Tuhan supaya diperkenankan untuk mempunyai keris baru yang bagus dan cocok. Bila perlu dia juga harus berpuasa untuk beberapa hari. Yang paling penting, selama proses pembuatan keris, dia harus mempunyai pikiran dan hati yang bersih. Empu akan mencatat nama lengkapnya, pekerjaannya, hari, tanggal, bulan dan tahun kelahirannya, bentuk /dapur keris dan pamor keris yang diminta dan tentu saja harapan akan mission kerisnya.
Data tersebut akan dipergunakan oleh Empu untuk mulai pembuatan keris, supaya bisa dibuat keris yang berkualitas. Seperti dalam adat, sesaji tradisional diadakan dan ditaruh dalam besalen dengan tujuan positif untuk mendapatkan berkah dan perlindungan Gusti, Tuhan selama berlangsungnya proses pembuatan keris.
Keris apa yang akan dibuat dan apa misi dari keris tersebut, itu tentu disesuaikan dari pekerjaan si pemesan. Semua orang tentu mempunyai kemauan yang baik, tetapi setiap profesi tentu mempunyai ke-khasan masing-masing.Misalnya ada berbagai profesi seperti : raja, pejabat tinggi Negara, birokrat, prajurit, saudagar, petani, executive, diplomat, guru, satpam, dll. Sehingga, kiranya mudah dimengerti bahwa sebuah keris yang bagus untuk seorang pedagang, belum tentu cocok dipakai oleh pegawai negeri sipil.
Selain enerji spiritual asli yang diciptakan selama proses pembuatan keris, ada pula keris yang “diisi” oleh mahluk halus yang disebut qodam untuk membantu melindungi atau menolong pemilik keris.
Ada istilah halus yang dipakai dalam perdagangan keris, bila anda mau membeli keris, anda tidak menanya: “Berapa harga keris ini?” Tetapi anda harus mengatakan : “Berapa” Mas Kawin” keris ini?”, seolah anda melamar untuk memiliki keris itu.
Setiap kali seorang empu membuat keris, sesuai dengan tata cara baku, dia harus terlebih dahulu mempersiapkan diri secara batin. Dia harus membersihkan jiwa raganya, lahir batin dengan cara berpuasa, mengurangi tidur dan tidur sebentar sesudah tengah malam, berhari-hari melakukan meditasi. Dia dengan khusuk memohon kepada Gusti, Tuhan untuk membuat keris yang bagus dan cocok untuk pemesannya.
Sang Empu juga memohon supaya selama proses pembuatan segalanya berjalan lancar, aman; dia, para pembantunya dan si pemesan supaya selamat dan supaya dia diberi berkah untuk berhasil membuat keris sesuai dengan permintaan pelanggannya. Dia juga akan memohon restu dari gurunya atau almarhum gurunya dalam meditasinya.
Sesudah yakin bahwa dia telah mendapatkan berkah Ilahi, dia juga akan meminta supaya si pemesan juga melakukan tirakatan dengan membersihkan jiwa raganya lahir batin dan berdoa kepada Gusti, Tuhan supaya diperkenankan untuk mempunyai keris baru yang bagus dan cocok. Bila perlu dia juga harus berpuasa untuk beberapa hari. Yang paling penting, selama proses pembuatan keris, dia harus mempunyai pikiran dan hati yang bersih. Empu akan mencatat nama lengkapnya, pekerjaannya, hari, tanggal, bulan dan tahun kelahirannya, bentuk /dapur keris dan pamor keris yang diminta dan tentu saja harapan akan mission kerisnya.
Data tersebut akan dipergunakan oleh Empu untuk mulai pembuatan keris, supaya bisa dibuat keris yang berkualitas. Seperti dalam adat, sesaji tradisional diadakan dan ditaruh dalam besalen dengan tujuan positif untuk mendapatkan berkah dan perlindungan Gusti, Tuhan selama berlangsungnya proses pembuatan keris.
Keris apa yang akan dibuat dan apa misi dari keris tersebut, itu tentu disesuaikan dari pekerjaan si pemesan. Semua orang tentu mempunyai kemauan yang baik, tetapi setiap profesi tentu mempunyai ke-khasan masing-masing.Misalnya ada berbagai profesi seperti : raja, pejabat tinggi Negara, birokrat, prajurit, saudagar, petani, executive, diplomat, guru, satpam, dll. Sehingga, kiranya mudah dimengerti bahwa sebuah keris yang bagus untuk seorang pedagang, belum tentu cocok dipakai oleh pegawai negeri sipil.
Selain enerji spiritual asli yang diciptakan selama proses pembuatan keris, ada pula keris yang “diisi” oleh mahluk halus yang disebut qodam untuk membantu melindungi atau menolong pemilik keris.
Sifat Fisik Keris
Keris Lurus dan Keris Luk
Ada Keris Lurus dan Keris Luk. Ada berbagai macam Keris Luk seperti Keris Luk 3, artinya keris dengan belok 3, ada Keris Luk 5, Keris Luk 7, Keris Luk 9 dll.
Keris Lurus dan Keris Luk mempunyai arti simbolis.
Keris Lurus melambangkan kepercayaan diri dan mental yang kuat.
Keris Luk 3 melambangkan keberhasilan cita-cita.
Keris Luk 5 melambangkan : dicintai oleh banyak orang.
Keris Luk 7 melambangkan kewibawaan.
Keris Luk 9 melambangkan kewibawaan, kharisme dan kepempiminan.
Keris Luk 11 melambangkan kemampuan untuk mencapai pangkat tinggi.
Keris Luk 13 melambangkan : kehidupan stabil dan tenang.
Dapur Keris
Dapur atau bentuk khusus keris ditunjukkan oleh kombinasi dari bagian-bagian keris dan luk dari keris. Dapur-dapur keris diciptakan oleh raja-raja Jawa.
Di masa kuno, sudah ada 19 macam dapur keris seperti Sempana, Tilam Upih, Jalak Dhindhing, Kebo Lajer dll, ciptaan para raja kuno dengan empu-empu terkenal, seperti :
Sri Maharaja Dewa Buddha dari Kerajaan Medhangkamulan di Gunung Gede, Jawa Barat ditahun Saka 142. Empu Ramayadi.
Sang Raja Balya dari Kerajaan Medhangsiwanda, Madiun, Jawa Timur ditahun Saka 238. Empu Sakadi.
Raja Berawa dari Kerajaan Medhangsiwanda, di sebelah utara Gunung Lawu, Grobogan, Jawa Tengah. Empu Sukasadi.
Raja Buddhawana dari Kerajaan Medhangsiwanda di tahun Saka 216. Empu Bramakedhali.
Prabu Buddha Kresna dari Kerajaan Medhangkamulan di tahun Saka 246. Empu Saptagati.
Prabu Sri Kala dan Watugunung dari Kerajaan Purwocarito di tahun Saka 412. Empu Sunggata dan Janggito.
Raja Basupati di Wiroto, Purwocarito di tahun Saka 422. Empu Dewayasa.
Raja Drestarata di Astinapura, Purwocarito, di tahun Saka 725. Empu Mayang.
Pada tahun Saka 748, terjadi perang Baratayuda versi Jawa. Perang hebat itu menghancurkan segalanya termasuk musnahnya semua senjata keris dan tombak dll. Memakan waktu satu abad untuk kerajaan-kerajaan baru memerintahkan para empu untuk membuat keris dengan dapur yang sudah ada dan bahkan ditambah lahirnya dapur-dapur baru.
Raja Gendrayana dari Mamenang, Jawa Timur. Di tahun Saka 827 mencipta dapur Pandawa, Karna Tinandhing dan Bima Kurda. Empu Yamadi.
Raja Citrasoma dari Pengging, Jawa tengah, di tahun Saka 941 mencipta dapur Rara Sadewa dan Megantara. Empu Gandawisesa.
Raja Banjarsekar dari Pejajaran, Jawa Barat. Ditahun Saka 1186 mencipta dapur Parungsari, Tilamsekar dan Tilamupih. Empu Andaya.
Raja Siyung Wanara dari Pejajaran, Jawa barat. Ditahun 1284 Saka mencipta dapur Jangkung dan Pandawa Cinarita. Empu : Marcukandha, Macan dan Kuwung.
Raja Brawijaya V, ratu terakhir Kerajaan Majapahit, Jawa Timur. Ditahun Saka 1380 mencipta dapur Nagasasra, Sabukinten, Anoman dll. Empu Dhomas.
Dimasa Raja Shah Alam Akbar ( Raden Patah), ratu pertama Demak, Jawa Tengah, beberapa wali dari Walisongo yaitu Sunan Bonang mencipta dapur Sengkelat. Empu Suro, ditahun Saka 1429. Sunan Kalijaga mencipta dapur Kidangsoka dan Balebang. Empu Jakasuro.
Sejak saat itu, tidak ada dapur baru yang diciptakan. Para empu penerus hanya melanjutkan pembuatan keris dengan dapur-dapur sebelumnya yang jumlah seluruhnya ada 120 dapur. Setiap dapur mempunyai arti simbolis yang berbeda.
Keris Lurus dan Keris Luk
Ada Keris Lurus dan Keris Luk. Ada berbagai macam Keris Luk seperti Keris Luk 3, artinya keris dengan belok 3, ada Keris Luk 5, Keris Luk 7, Keris Luk 9 dll.
Keris Lurus dan Keris Luk mempunyai arti simbolis.
Keris Lurus melambangkan kepercayaan diri dan mental yang kuat.
Keris Luk 3 melambangkan keberhasilan cita-cita.
Keris Luk 5 melambangkan : dicintai oleh banyak orang.
Keris Luk 7 melambangkan kewibawaan.
Keris Luk 9 melambangkan kewibawaan, kharisme dan kepempiminan.
Keris Luk 11 melambangkan kemampuan untuk mencapai pangkat tinggi.
Keris Luk 13 melambangkan : kehidupan stabil dan tenang.
Dapur Keris
Dapur atau bentuk khusus keris ditunjukkan oleh kombinasi dari bagian-bagian keris dan luk dari keris. Dapur-dapur keris diciptakan oleh raja-raja Jawa.
Di masa kuno, sudah ada 19 macam dapur keris seperti Sempana, Tilam Upih, Jalak Dhindhing, Kebo Lajer dll, ciptaan para raja kuno dengan empu-empu terkenal, seperti :
Sri Maharaja Dewa Buddha dari Kerajaan Medhangkamulan di Gunung Gede, Jawa Barat ditahun Saka 142. Empu Ramayadi.
Sang Raja Balya dari Kerajaan Medhangsiwanda, Madiun, Jawa Timur ditahun Saka 238. Empu Sakadi.
Raja Berawa dari Kerajaan Medhangsiwanda, di sebelah utara Gunung Lawu, Grobogan, Jawa Tengah. Empu Sukasadi.
Raja Buddhawana dari Kerajaan Medhangsiwanda di tahun Saka 216. Empu Bramakedhali.
Prabu Buddha Kresna dari Kerajaan Medhangkamulan di tahun Saka 246. Empu Saptagati.
Prabu Sri Kala dan Watugunung dari Kerajaan Purwocarito di tahun Saka 412. Empu Sunggata dan Janggito.
Raja Basupati di Wiroto, Purwocarito di tahun Saka 422. Empu Dewayasa.
Raja Drestarata di Astinapura, Purwocarito, di tahun Saka 725. Empu Mayang.
Pada tahun Saka 748, terjadi perang Baratayuda versi Jawa. Perang hebat itu menghancurkan segalanya termasuk musnahnya semua senjata keris dan tombak dll. Memakan waktu satu abad untuk kerajaan-kerajaan baru memerintahkan para empu untuk membuat keris dengan dapur yang sudah ada dan bahkan ditambah lahirnya dapur-dapur baru.
Raja Gendrayana dari Mamenang, Jawa Timur. Di tahun Saka 827 mencipta dapur Pandawa, Karna Tinandhing dan Bima Kurda. Empu Yamadi.
Raja Citrasoma dari Pengging, Jawa tengah, di tahun Saka 941 mencipta dapur Rara Sadewa dan Megantara. Empu Gandawisesa.
Raja Banjarsekar dari Pejajaran, Jawa Barat. Ditahun Saka 1186 mencipta dapur Parungsari, Tilamsekar dan Tilamupih. Empu Andaya.
Raja Siyung Wanara dari Pejajaran, Jawa barat. Ditahun 1284 Saka mencipta dapur Jangkung dan Pandawa Cinarita. Empu : Marcukandha, Macan dan Kuwung.
Raja Brawijaya V, ratu terakhir Kerajaan Majapahit, Jawa Timur. Ditahun Saka 1380 mencipta dapur Nagasasra, Sabukinten, Anoman dll. Empu Dhomas.
Dimasa Raja Shah Alam Akbar ( Raden Patah), ratu pertama Demak, Jawa Tengah, beberapa wali dari Walisongo yaitu Sunan Bonang mencipta dapur Sengkelat. Empu Suro, ditahun Saka 1429. Sunan Kalijaga mencipta dapur Kidangsoka dan Balebang. Empu Jakasuro.
Sejak saat itu, tidak ada dapur baru yang diciptakan. Para empu penerus hanya melanjutkan pembuatan keris dengan dapur-dapur sebelumnya yang jumlah seluruhnya ada 120 dapur. Setiap dapur mempunyai arti simbolis yang berbeda.
Simbol Dapur Ternama Zaman Dahulu :
Sempana artinya
mimpi, maksudnya terimalah pengetahuan atau ajaran itu secara bijak.
Tilam Upih adalah untuk mengingatkan : Sebaiknya anda memperlakukan orang lain seperti anda memperlakukan istri anda, artinya dengan baik dan penuh perhatian. Demikian juga perlakuan anda terhadap keris anda, seyogyanya seperti perlakuan kepada istri .
Karno Tinanding . Ini mengingatkan supaya setiap saat orang itu terus belajar untuk menambah ilmu dan ketrampilannya. Didunia ini harus siap berlomba untuk menambah kepandaian. Itulah makna kehidupan, tidak ada yang kalah.
Sabuk Inten adalah permata sangat indah. Untuk menjadi orang yang mulia dan dihormati, anda harus punya budi pekerti luhur, tata krama dan tata susila.
Tilam Upih adalah untuk mengingatkan : Sebaiknya anda memperlakukan orang lain seperti anda memperlakukan istri anda, artinya dengan baik dan penuh perhatian. Demikian juga perlakuan anda terhadap keris anda, seyogyanya seperti perlakuan kepada istri .
Karno Tinanding . Ini mengingatkan supaya setiap saat orang itu terus belajar untuk menambah ilmu dan ketrampilannya. Didunia ini harus siap berlomba untuk menambah kepandaian. Itulah makna kehidupan, tidak ada yang kalah.
Sabuk Inten adalah permata sangat indah. Untuk menjadi orang yang mulia dan dihormati, anda harus punya budi pekerti luhur, tata krama dan tata susila.
Andong merupakan
salah satu alat transportasi tradisional di Yogyakarta dan sekitarnya,
seperti Solo dan Klaten. Keberadaan andong sebagai salah satu warisan
budaya Jawa memberikan ciri khas kebudayaan tersendiri yang kini masih
terus dilestarikan.Andong memiliki sebutan lain, seperti dokar, delman, bendi
atau sado. Bedanya, andong mempunyai empat roda.
Sejarah Andong dimulai dari berdirinya Kraton
Yogyakarta Hadiningrat, dimana para Raja-raja Mataram atau Yogyakarta dulu
mempergunakan alat Tranportasi ini sebagai Kendaraan. Andong merupakan kereta
kuda beroda empat yang hanya boleh digunakan oleh para bangsawan, terutama raja
dan para kerabatnya. Di awal abad 19 hingga awal abad 20, andong ini menjadi
salah satu penanda status sosial para priyayi keraton, yang dimulai ketika
Mataram dipimpin oleh Sultan HB VII. Ketika itu rakyat jelata tidak
diperbolehkan menggunakan andong. Rakyat hanya boleh menggunakan gerobak sapi
atau dokar (kereta kuda beroda dua). Tetapi ketika masa Sultan HB VIII, andong
mulai digunakan oleh masyarakat umum, meskipun masih terbatas pada para
pedagang saja.
Karena bentuknya yang sangat Unik dan mempunyai
nilai arsitektur yang tinggi serta terlihat wibawa, maka rakyat Mataram atau
Yogyakarta pada Zaman dulu menciptakan Andong sebagai alat transportasinya.
Kalau untuk kalangan Raja-raja di Yogyakarta atau Jogjakarta disebut dengan
Kereta Kencana, sedangkan untuk Rakyat dengan sebutan Andong.
Walaupun sudah banyak kendaraan bermotor yang
lebih cepat dan murah, tetapi pengguna Andong di Yogyakarta ini masih
cukup banyak. Andong-andong ini dapat ditemui dengan mudah di sepanjang jalan
Malioboro, pasar Ngasem, serta di Kotagede.
Andong memiliki keistemewaan yang tidak
dimiliki transportasi modern saat ini, selain ramah lingkungan, transportasi
ini ditarik oleh Kuda.
Andong dan Sejarahnya
Full View
Label:
Budaya,
Kesenian,
Sejarah
Andong merupakan
salah satu alat transportasi tradisional di Yogyakarta dan sekitarnya,
seperti Solo dan Klaten. Keberadaan andong sebagai salah satu warisan
budaya Jawa memberikan ciri khas kebudayaan tersendiri yang kini masih
terus dilestarikan.Andong memiliki sebutan lain, seperti dokar, delman, bendi
atau sado. Bedanya, andong mempunyai empat roda.
Sejarah Andong dimulai dari berdirinya Kraton
Yogyakarta Hadiningrat, dimana para Raja-raja Mataram atau Yogyakarta dulu
mempergunakan alat Tranportasi ini sebagai Kendaraan. Andong merupakan kereta
kuda beroda empat yang hanya boleh digunakan oleh para bangsawan, terutama raja
dan para kerabatnya. Di awal abad 19 hingga awal abad 20, andong ini menjadi
salah satu penanda status sosial para priyayi keraton, yang dimulai ketika
Mataram dipimpin oleh Sultan HB VII. Ketika itu rakyat jelata tidak
diperbolehkan menggunakan andong. Rakyat hanya boleh menggunakan gerobak sapi
atau dokar (kereta kuda beroda dua). Tetapi ketika masa Sultan HB VIII, andong
mulai digunakan oleh masyarakat umum, meskipun masih terbatas pada para
pedagang saja.
Karena bentuknya yang sangat Unik dan mempunyai
nilai arsitektur yang tinggi serta terlihat wibawa, maka rakyat Mataram atau
Yogyakarta pada Zaman dulu menciptakan Andong sebagai alat transportasinya.
Kalau untuk kalangan Raja-raja di Yogyakarta atau Jogjakarta disebut dengan
Kereta Kencana, sedangkan untuk Rakyat dengan sebutan Andong.
Walaupun sudah banyak kendaraan bermotor yang
lebih cepat dan murah, tetapi pengguna Andong di Yogyakarta ini masih
cukup banyak. Andong-andong ini dapat ditemui dengan mudah di sepanjang jalan
Malioboro, pasar Ngasem, serta di Kotagede.
Andong memiliki keistemewaan yang tidak
dimiliki transportasi modern saat ini, selain ramah lingkungan, transportasi
ini ditarik oleh Kuda.
WAYANG adalah salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Budaya wayang meliputi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan juga seni perlambang. Budaya wayang, yang terus berkembang dari zaman ke zaman, juga merupakan media penerangan, dakwah, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat, serta hiburan.
Menurut penelitian para ahli sejarah kebudayaan, budaya wayang merupakan budaya asli Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Keberadaan wayang sudah berabad-abad sebelum agama Hindu masuk ke Pulau Jawa. Walaupun cerita wayang yang populer di masyarakat masa kini merupakan adaptasi dari karya sastra India, yaitu Ramayana dan Mahabarata. Kedua induk cerita itu dalam pewayangan banyak mengalami pengubahan dan penambahan untuk menyesuaikannya dengan falsafah asli Indonesia.
Penyesuaian konsep filsafat ini juga menyangkut pada pandangan filosofis masyarakat Jawa terhadap kedudukan para dewa dalam pewayangan. Para dewa dalam pewayangan bukan lagi merupakan sesuatu yang bebas dari salah, melainkan seperti juga makhluk Tuhan lainnya, kadang-kadang bertindak keliru, dan bisa jadi khilaf.
Hadirnya tokoh panakawan dalam_ pewayangan sengaja diciptakan para budayawan Indonesia (tepatnya budayawan Jawa) untuk memperkuat konsep filsafat bahwa di dunia ini tidak ada makhluk yang benar-benar baik, dan yang benar-benar jahat. Setiap makhluk selalu menyandang unsur kebaikan dan kejahatan.
Dalam disertasinya berjudul Bijdrage tot de Kennis van het Javaansche Tooneel (1897), ahli sejarah kebudayaan Belanda Dr. GA.J. Hazeau menunjukkan keyakinannya bahwa wayang merupakan pertunjukan asli Jawa. Pengertian wayang dalam disertasi Dr. Hazeau itu adalah walulang inukir (kulit yang diukir) dan dilihat bayangannya pada kelir. Dengan demikian, wayang yang dimaksud tentunya adalah Wayang Kulit seperti yang kita kenal sekarang.
ASAL USUL WAYANG KULIT
Ada dua pendapat mengenai asal – usul wayang. Pertama, pendapat bahwa wayang berasal dan lahir pertama kali di Pulau Jawa, tepatnya di Jawa Timur. Pendapat ini selain dianut dan dikemukakan oleh para peneliti dan ahli-ahli bangsa Indonesia, juga merupakan hasil penelitian sarjana-sarjana Barat. Di antara para sarjana Barat yang termasuk kelompok ini, adalah Hazeau, Brandes, Kats, Rentse, dan Kruyt.
Alasan mereka cukup kuat. Di antaranya, bahwa seni wayang masih amat erat kaitannya dengan keadaan sosiokultural dan religi bangsa Indonesia, khususnya orang Jawa. Panakawan, tokoh terpenting dalam pewayangan, yakni Semar, Gareng, Petruk, Bagong, hanya ada dalam pewayangan Indonesia, dan tidak di negara lain. Selain itu, nama dan istilah teknis pewayangan, semuanya berasal dari bahasa Jawa (Kuna), dan bukan bahasa lain.
Sementara itu, pendapat kedua menduga wayang berasal dari India, yang dibawa bersama dengan agama Hindu ke Indonesia. Mereka antara lain adalah Pischel, Hidding, Krom, Poensen, Goslings, dan Rassers. Sebagian besar kelompok kedua ini adalah sarjana Inggris, negeri Eropa yang pernah menjajah India.
Namun, sejak tahun 1950-an, buku-buku pewayangan seolah sudah sepakat bahwa wayang memang berasal dari Pulau Jawa, dan sama sekali tidak diimpor dari negara lain. Budaya wayang diperkirakan sudah lahir di Indonesia setidaknya pada zaman pemerintahan Prabu Airlangga, raja Kahuripan (976 -1012), yakni ketika kerajaan di Jawa Timur itu sedang makmur-makmurnya. Karya sastra yang menjadi bahan cerita wayang sudah ditulis oleh para pujangga Indonesia, sejak abad X. Antara lain, naskah sastra Kitab Ramayana Kakawin berbahasa Jawa Kuna ditulis pada masa pemerintahan raja Dyah Balitung (989-910), yang merupakan gubahan dari Kitab Ramayana karangan pujangga India, Walmiki.
Selanjutnya, para pujangga Jawa tidak lagi hanya menerjemahkan Ramayana dan Mahabarata ke bahasa Jawa Kuna, tetapi menggubahnya dan menceritakan kembali dengan memasukkan falsafah Jawa kedalamnya. Contohnya, karya Empu Kanwa Arjunawiwaha Kakawin, yang merupakan gubahan yang berinduk pada Kitab Mahabarata. Gubahan lain yang lebih nyata bedanya derigan cerita asli versi India, adalah Baratayuda Kakawin karya Empu Sedah dan Empu Panuluh. Karya agung ini dikerjakan pada masa pemerintahan Prabu Jayabaya, raja Kediri (1130 – 1160).
Wayang sebagai suatu pergelaran dan tontonan pun sudah dimulai ada sejak zaman pemerintahan raja Airlangga. Beberapa prasasti yang dibuat pada masa itu antara lain sudah menyebutkan kata-kata “mawayang” dan `aringgit’ yang maksudnya adalah pertunjukan wayang.
KELAHIRAN WAYANG KULIT
Mengenai saat kelahiran budaya wayang, Ir. Sri Mulyono dalam bukunya Simbolisme dan Mistikisme dalam Wayang (1979), memperkirakan wayang sudah ada sejak zaman neolithikum, yakni kira-kira 1.500 tahun sebelum Masehi. Pendapatnya itu didasarkan atas tulisan Robert von Heine-Geldern Ph. D, Prehistoric Research in the Netherland Indie (1945) dan tulisan Prof. K.A.H. Hidding di Ensiklopedia Indonesia halaman 987.
Kata `wayang’ diduga berasal dari kata `wewayangan’, yang artinya bayangan. Dugaan ini sesuai dengan kenyataan pada pergelaran Wayang Kulit yang menggunakan kelir, secarik kain, sebagai pembatas antara dalang yang memainkan wayang, dan penonton di balik kelir itu. Penonton hanya menyaksikan gerakan-gerakan wayang melalui bayangan yang jatuh pada kelir. Pada masa itu pergelaran wayang hanya diiringi oleh seperangkat gamelan sederhana yang terdiri atas saron, todung (sejenis seruling), dan kemanak. Jenis gamelan lain dan pesinden pada masa itu diduga masih belum ada.
Untuk lebih menjawakan budaya wayang, sejak awal zaman Kerajaan Majapahit diperkenalkan cerita wayang lain yang tidak berinduk pada Kitab Ramayana dan Mahabarata.
Sejak saat itulah cerita – cerita Panji, yakni cerita tentang leluhur raja-raja Majapahit, mulai diperkenalkan sebagai salah satu bentuk wayang yang lain. Cerita Panji ini kemudian lebih banyak digunakan untuk pertunjukan Wayang Beber. Tradisi menjawakan cerita wayang juga diteruskan oleh beberapa ulama Islam, di antaranya oleh para Wali Sanga. Mereka mulai mewayangkan kisah para raja Majapahit, di antaranya cerita Damarwulan.
Masuknya agama Islam ke Indonesia sejak abad ke-15 juga memberi pengaruh besar pada budaya wayang, terutama pada konsep religi dari falsafah wayang itu. Pada awal abad ke-15, yakni zaman Kerajaan Demak, mulai digunakan lampu minyak berbentuk khusus yang disebut blencong pada pergelaran Wayang Kulit.
Sejak zaman Kartasura, penggubahan cerita wayang yang berinduk pada Ramayana dan mahabarata makin jauh dari aslinya. Sejak zaman itulah masyarakat penggemar wayang mengenal silsilah tokoh wayang, termasuk tokoh dewanya, yang berawal dari Nabi Adam. Sisilah itu terus berlanjut hingga sampai pada raja-raja di Pulau Jawa. Dan selanjutnya, mulai dikenal pula adanya cerita wayang pakem. yang sesuai standar cerita, dan cerita wayang carangan yang diluar garis standar. Selain itu masih ada lagi yang disebut lakon sempalan, yang sudah terlalu jauh keluar dari cerita pakem.
Memang, karena begitu kuatnya seni wayang berakar dalam budaya bangsa Indonesia, sehingga terjadilah beberapa kerancuan antara cerita wayang, legenda, dan sejarah. Jika orang India beranggapan bahwa kisah Mahabarata serta Ramayana benar-benar terjadi di negerinya, orang Jawa pun menganggap kisah pewayangan benar-benar pernah terjadi di pulau Jawa.
Wayang,Pendidikan,Budaya,Hiburan dalam satu wadah
Full View
Label:
Budaya,
Kesenian,
Sejarah
WAYANG adalah salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Budaya wayang meliputi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan juga seni perlambang. Budaya wayang, yang terus berkembang dari zaman ke zaman, juga merupakan media penerangan, dakwah, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat, serta hiburan.
Menurut penelitian para ahli sejarah kebudayaan, budaya wayang merupakan budaya asli Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Keberadaan wayang sudah berabad-abad sebelum agama Hindu masuk ke Pulau Jawa. Walaupun cerita wayang yang populer di masyarakat masa kini merupakan adaptasi dari karya sastra India, yaitu Ramayana dan Mahabarata. Kedua induk cerita itu dalam pewayangan banyak mengalami pengubahan dan penambahan untuk menyesuaikannya dengan falsafah asli Indonesia.
Penyesuaian konsep filsafat ini juga menyangkut pada pandangan filosofis masyarakat Jawa terhadap kedudukan para dewa dalam pewayangan. Para dewa dalam pewayangan bukan lagi merupakan sesuatu yang bebas dari salah, melainkan seperti juga makhluk Tuhan lainnya, kadang-kadang bertindak keliru, dan bisa jadi khilaf.
Hadirnya tokoh panakawan dalam_ pewayangan sengaja diciptakan para budayawan Indonesia (tepatnya budayawan Jawa) untuk memperkuat konsep filsafat bahwa di dunia ini tidak ada makhluk yang benar-benar baik, dan yang benar-benar jahat. Setiap makhluk selalu menyandang unsur kebaikan dan kejahatan.
Dalam disertasinya berjudul Bijdrage tot de Kennis van het Javaansche Tooneel (1897), ahli sejarah kebudayaan Belanda Dr. GA.J. Hazeau menunjukkan keyakinannya bahwa wayang merupakan pertunjukan asli Jawa. Pengertian wayang dalam disertasi Dr. Hazeau itu adalah walulang inukir (kulit yang diukir) dan dilihat bayangannya pada kelir. Dengan demikian, wayang yang dimaksud tentunya adalah Wayang Kulit seperti yang kita kenal sekarang.
ASAL USUL WAYANG KULIT
Ada dua pendapat mengenai asal – usul wayang. Pertama, pendapat bahwa wayang berasal dan lahir pertama kali di Pulau Jawa, tepatnya di Jawa Timur. Pendapat ini selain dianut dan dikemukakan oleh para peneliti dan ahli-ahli bangsa Indonesia, juga merupakan hasil penelitian sarjana-sarjana Barat. Di antara para sarjana Barat yang termasuk kelompok ini, adalah Hazeau, Brandes, Kats, Rentse, dan Kruyt.
Alasan mereka cukup kuat. Di antaranya, bahwa seni wayang masih amat erat kaitannya dengan keadaan sosiokultural dan religi bangsa Indonesia, khususnya orang Jawa. Panakawan, tokoh terpenting dalam pewayangan, yakni Semar, Gareng, Petruk, Bagong, hanya ada dalam pewayangan Indonesia, dan tidak di negara lain. Selain itu, nama dan istilah teknis pewayangan, semuanya berasal dari bahasa Jawa (Kuna), dan bukan bahasa lain.
Sementara itu, pendapat kedua menduga wayang berasal dari India, yang dibawa bersama dengan agama Hindu ke Indonesia. Mereka antara lain adalah Pischel, Hidding, Krom, Poensen, Goslings, dan Rassers. Sebagian besar kelompok kedua ini adalah sarjana Inggris, negeri Eropa yang pernah menjajah India.
Namun, sejak tahun 1950-an, buku-buku pewayangan seolah sudah sepakat bahwa wayang memang berasal dari Pulau Jawa, dan sama sekali tidak diimpor dari negara lain. Budaya wayang diperkirakan sudah lahir di Indonesia setidaknya pada zaman pemerintahan Prabu Airlangga, raja Kahuripan (976 -1012), yakni ketika kerajaan di Jawa Timur itu sedang makmur-makmurnya. Karya sastra yang menjadi bahan cerita wayang sudah ditulis oleh para pujangga Indonesia, sejak abad X. Antara lain, naskah sastra Kitab Ramayana Kakawin berbahasa Jawa Kuna ditulis pada masa pemerintahan raja Dyah Balitung (989-910), yang merupakan gubahan dari Kitab Ramayana karangan pujangga India, Walmiki.
Selanjutnya, para pujangga Jawa tidak lagi hanya menerjemahkan Ramayana dan Mahabarata ke bahasa Jawa Kuna, tetapi menggubahnya dan menceritakan kembali dengan memasukkan falsafah Jawa kedalamnya. Contohnya, karya Empu Kanwa Arjunawiwaha Kakawin, yang merupakan gubahan yang berinduk pada Kitab Mahabarata. Gubahan lain yang lebih nyata bedanya derigan cerita asli versi India, adalah Baratayuda Kakawin karya Empu Sedah dan Empu Panuluh. Karya agung ini dikerjakan pada masa pemerintahan Prabu Jayabaya, raja Kediri (1130 – 1160).
Wayang sebagai suatu pergelaran dan tontonan pun sudah dimulai ada sejak zaman pemerintahan raja Airlangga. Beberapa prasasti yang dibuat pada masa itu antara lain sudah menyebutkan kata-kata “mawayang” dan `aringgit’ yang maksudnya adalah pertunjukan wayang.
KELAHIRAN WAYANG KULIT
Mengenai saat kelahiran budaya wayang, Ir. Sri Mulyono dalam bukunya Simbolisme dan Mistikisme dalam Wayang (1979), memperkirakan wayang sudah ada sejak zaman neolithikum, yakni kira-kira 1.500 tahun sebelum Masehi. Pendapatnya itu didasarkan atas tulisan Robert von Heine-Geldern Ph. D, Prehistoric Research in the Netherland Indie (1945) dan tulisan Prof. K.A.H. Hidding di Ensiklopedia Indonesia halaman 987.
Kata `wayang’ diduga berasal dari kata `wewayangan’, yang artinya bayangan. Dugaan ini sesuai dengan kenyataan pada pergelaran Wayang Kulit yang menggunakan kelir, secarik kain, sebagai pembatas antara dalang yang memainkan wayang, dan penonton di balik kelir itu. Penonton hanya menyaksikan gerakan-gerakan wayang melalui bayangan yang jatuh pada kelir. Pada masa itu pergelaran wayang hanya diiringi oleh seperangkat gamelan sederhana yang terdiri atas saron, todung (sejenis seruling), dan kemanak. Jenis gamelan lain dan pesinden pada masa itu diduga masih belum ada.
Untuk lebih menjawakan budaya wayang, sejak awal zaman Kerajaan Majapahit diperkenalkan cerita wayang lain yang tidak berinduk pada Kitab Ramayana dan Mahabarata.
Sejak saat itulah cerita – cerita Panji, yakni cerita tentang leluhur raja-raja Majapahit, mulai diperkenalkan sebagai salah satu bentuk wayang yang lain. Cerita Panji ini kemudian lebih banyak digunakan untuk pertunjukan Wayang Beber. Tradisi menjawakan cerita wayang juga diteruskan oleh beberapa ulama Islam, di antaranya oleh para Wali Sanga. Mereka mulai mewayangkan kisah para raja Majapahit, di antaranya cerita Damarwulan.
Masuknya agama Islam ke Indonesia sejak abad ke-15 juga memberi pengaruh besar pada budaya wayang, terutama pada konsep religi dari falsafah wayang itu. Pada awal abad ke-15, yakni zaman Kerajaan Demak, mulai digunakan lampu minyak berbentuk khusus yang disebut blencong pada pergelaran Wayang Kulit.
Sejak zaman Kartasura, penggubahan cerita wayang yang berinduk pada Ramayana dan mahabarata makin jauh dari aslinya. Sejak zaman itulah masyarakat penggemar wayang mengenal silsilah tokoh wayang, termasuk tokoh dewanya, yang berawal dari Nabi Adam. Sisilah itu terus berlanjut hingga sampai pada raja-raja di Pulau Jawa. Dan selanjutnya, mulai dikenal pula adanya cerita wayang pakem. yang sesuai standar cerita, dan cerita wayang carangan yang diluar garis standar. Selain itu masih ada lagi yang disebut lakon sempalan, yang sudah terlalu jauh keluar dari cerita pakem.
Memang, karena begitu kuatnya seni wayang berakar dalam budaya bangsa Indonesia, sehingga terjadilah beberapa kerancuan antara cerita wayang, legenda, dan sejarah. Jika orang India beranggapan bahwa kisah Mahabarata serta Ramayana benar-benar terjadi di negerinya, orang Jawa pun menganggap kisah pewayangan benar-benar pernah terjadi di pulau Jawa.
Indonesia
Memang Akan Kaya Khasanah Budaya Bangsa yang dilahirkan dari Nenek
Moyang Kita salah satunnya adalah Jenis Kesenian atau tarian di Jawa
Barat Yakni Tari Jaipong.
Pengertian Tari Jaipong
Jaipongan
adalah sebuah aliran seni tari yang lahir dari kreativitas seorang
seniman Berasal dari Bandung, Gugum Gumbira. Perhatiannya pada kesenian
rakyat yang salah satunya adalah Ketuk Tilu menjadikannya mengetahui dan
mengenal betul perbendaharan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada
Kliningan/Bajidoran atau Ketuk Tilu.
Gerak-gerak
bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid dari
beberapa kesenian di atas cukup memiliki inspirasi untuk mengembangkan
tari atau kesenian yang kini dikenal dengan nama Jaipongan.
Sebagai
tarian pergaulan, tari Jaipong berhasil dikembangkan oleh Seniman Sunda
menjadi tarian yang memasyarakat dan sangat digemari oleh masyarakat
Jawa Barat (khususnya), bahkan populer sampai di luar Jawa Barat.
Menyebut
Jaipongan sebenarnya tak hanya akan mengingatkan orang pada sejenis
tari tradisi Sunda yang atraktif dengan gerak yang dinamis. Tangan,
bahu, dan pinggul selalu menjadi bagian dominan dalam pola gerak yang
lincah, diiringi oleh pukulan kendang. Terutama pada penari perempuan,
seluruhnya itu selalu dibarengi dengan senyum manis dan kerlingan mata.
Inilah sejenis tarian pergaulan dalam tradisi tari Sunda yang muncul
pada akhir tahun 1970-an yang sampai hari ini popularitasnya masih hidup
di tengah masyarakat.
Sebelum
bentuk seni pertunjukan ini muncul, ada beberapa pengaruh yang
melatarbelakangi bentuk tari pergaulan ini. Di Jawa Barat misalnya, tari
pergaulan merupakan pengaruh dari Ball Room, yang biasanya dalam
pertunjukan tari-tari pergaulan tak lepas dari keberadaan ronggeng dan
pamogoran. Ronggeng dalam tari pergaulan tidak lagi berfungsi untuk
kegiatan upacara, tetapi untuk hiburan atau cara gaul.
Keberadaan
ronggeng dalam seni pertunjukan memiliki daya tarik yang mengundang
simpati kaum pamogoran. Misalnya pada tari Ketuk Tilu yang begitu
dikenal oleh masyarakat Sunda, diperkirakan kesenian ini populer sekitar
tahun 1916. Sebagai seni pertunjukan rakyat, kesenian ini hanya
didukung oleh unsur-unsur sederhana, seperti waditra yang meliputi
rebab, kendang, dua buah kulanter, tiga buah ketuk, dan gong. Demikian
pula dengan gerak-gerak tarinya yang tidak memiliki pola gerak yang
baku, kostum penari yang sederhana sebagai cerminan kerakyatan.
Seiring
dengan memudarnya jenis kesenian di atas, mantan pamogoran (penonton
yang berperan aktif dalam seni pertunjukan Ketuk Tilu / Doger / Tayub)
beralih perhatiannya pada seni pertunjukan Kliningan, yang di daerah
Pantai Utara Jawa Barat (Karawang, Bekasi, Purwakarta, Indramayu, dan
Subang) dikenal dengan sebutan Kliningan Bajidoran yang pola tarinya
maupun peristiwa pertunjukannya mempunyai kemiripan dengan kesenian
sebelumnya (Ketuk Tilu / Doger / Tayub). Dalam pada itu, eksistensi
tari-tarian dalam Topeng Banjet cukup digemari, khususnya di Karawang,
di mana beberapa pola gerak Bajidoran diambil dari tarian dalam Topeng
Banjet ini.
Secara
koreografis tarian itu masih menampakan pola-pola tradisi (Ketuk Tilu)
yang mengandung unsur gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan
beberapa ragam gerak mincid yang pada gilirannya menjadi dasar
penciptaan tari Jaipongan. Beberapa gerak-gerak dasar tari Jaipongan
selain dari Ketuk Tilu, Ibing Bajidor serta Topeng Banjet adalah Tayuban
dan Pencak Silat
Tari Jaipong
Full View
Label:
Kesenian
Indonesia
Memang Akan Kaya Khasanah Budaya Bangsa yang dilahirkan dari Nenek
Moyang Kita salah satunnya adalah Jenis Kesenian atau tarian di Jawa
Barat Yakni Tari Jaipong.
Pengertian Tari Jaipong
Jaipongan adalah sebuah aliran seni tari yang lahir dari kreativitas seorang seniman Berasal dari Bandung, Gugum Gumbira. Perhatiannya pada kesenian rakyat yang salah satunya adalah Ketuk Tilu menjadikannya mengetahui dan mengenal betul perbendaharan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada Kliningan/Bajidoran atau Ketuk Tilu.
Gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid dari beberapa kesenian di atas cukup memiliki inspirasi untuk mengembangkan tari atau kesenian yang kini dikenal dengan nama Jaipongan.
Sebagai tarian pergaulan, tari Jaipong berhasil dikembangkan oleh Seniman Sunda menjadi tarian yang memasyarakat dan sangat digemari oleh masyarakat Jawa Barat (khususnya), bahkan populer sampai di luar Jawa Barat.
Menyebut Jaipongan sebenarnya tak hanya akan mengingatkan orang pada sejenis tari tradisi Sunda yang atraktif dengan gerak yang dinamis. Tangan, bahu, dan pinggul selalu menjadi bagian dominan dalam pola gerak yang lincah, diiringi oleh pukulan kendang. Terutama pada penari perempuan, seluruhnya itu selalu dibarengi dengan senyum manis dan kerlingan mata. Inilah sejenis tarian pergaulan dalam tradisi tari Sunda yang muncul pada akhir tahun 1970-an yang sampai hari ini popularitasnya masih hidup di tengah masyarakat.
Sebelum bentuk seni pertunjukan ini muncul, ada beberapa pengaruh yang melatarbelakangi bentuk tari pergaulan ini. Di Jawa Barat misalnya, tari pergaulan merupakan pengaruh dari Ball Room, yang biasanya dalam pertunjukan tari-tari pergaulan tak lepas dari keberadaan ronggeng dan pamogoran. Ronggeng dalam tari pergaulan tidak lagi berfungsi untuk kegiatan upacara, tetapi untuk hiburan atau cara gaul.
Keberadaan ronggeng dalam seni pertunjukan memiliki daya tarik yang mengundang simpati kaum pamogoran. Misalnya pada tari Ketuk Tilu yang begitu dikenal oleh masyarakat Sunda, diperkirakan kesenian ini populer sekitar tahun 1916. Sebagai seni pertunjukan rakyat, kesenian ini hanya didukung oleh unsur-unsur sederhana, seperti waditra yang meliputi rebab, kendang, dua buah kulanter, tiga buah ketuk, dan gong. Demikian pula dengan gerak-gerak tarinya yang tidak memiliki pola gerak yang baku, kostum penari yang sederhana sebagai cerminan kerakyatan.
Seiring dengan memudarnya jenis kesenian di atas, mantan pamogoran (penonton yang berperan aktif dalam seni pertunjukan Ketuk Tilu / Doger / Tayub) beralih perhatiannya pada seni pertunjukan Kliningan, yang di daerah Pantai Utara Jawa Barat (Karawang, Bekasi, Purwakarta, Indramayu, dan Subang) dikenal dengan sebutan Kliningan Bajidoran yang pola tarinya maupun peristiwa pertunjukannya mempunyai kemiripan dengan kesenian sebelumnya (Ketuk Tilu / Doger / Tayub). Dalam pada itu, eksistensi tari-tarian dalam Topeng Banjet cukup digemari, khususnya di Karawang, di mana beberapa pola gerak Bajidoran diambil dari tarian dalam Topeng Banjet ini.
Secara koreografis tarian itu masih menampakan pola-pola tradisi (Ketuk Tilu) yang mengandung unsur gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid yang pada gilirannya menjadi dasar penciptaan tari Jaipongan. Beberapa gerak-gerak dasar tari Jaipongan selain dari Ketuk Tilu, Ibing Bajidor serta Topeng Banjet adalah Tayuban dan Pencak Silat
Pengertian Tari Jaipong
Jaipongan adalah sebuah aliran seni tari yang lahir dari kreativitas seorang seniman Berasal dari Bandung, Gugum Gumbira. Perhatiannya pada kesenian rakyat yang salah satunya adalah Ketuk Tilu menjadikannya mengetahui dan mengenal betul perbendaharan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada Kliningan/Bajidoran atau Ketuk Tilu.
Gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid dari beberapa kesenian di atas cukup memiliki inspirasi untuk mengembangkan tari atau kesenian yang kini dikenal dengan nama Jaipongan.
Sebagai tarian pergaulan, tari Jaipong berhasil dikembangkan oleh Seniman Sunda menjadi tarian yang memasyarakat dan sangat digemari oleh masyarakat Jawa Barat (khususnya), bahkan populer sampai di luar Jawa Barat.
Menyebut Jaipongan sebenarnya tak hanya akan mengingatkan orang pada sejenis tari tradisi Sunda yang atraktif dengan gerak yang dinamis. Tangan, bahu, dan pinggul selalu menjadi bagian dominan dalam pola gerak yang lincah, diiringi oleh pukulan kendang. Terutama pada penari perempuan, seluruhnya itu selalu dibarengi dengan senyum manis dan kerlingan mata. Inilah sejenis tarian pergaulan dalam tradisi tari Sunda yang muncul pada akhir tahun 1970-an yang sampai hari ini popularitasnya masih hidup di tengah masyarakat.
Sebelum bentuk seni pertunjukan ini muncul, ada beberapa pengaruh yang melatarbelakangi bentuk tari pergaulan ini. Di Jawa Barat misalnya, tari pergaulan merupakan pengaruh dari Ball Room, yang biasanya dalam pertunjukan tari-tari pergaulan tak lepas dari keberadaan ronggeng dan pamogoran. Ronggeng dalam tari pergaulan tidak lagi berfungsi untuk kegiatan upacara, tetapi untuk hiburan atau cara gaul.
Keberadaan ronggeng dalam seni pertunjukan memiliki daya tarik yang mengundang simpati kaum pamogoran. Misalnya pada tari Ketuk Tilu yang begitu dikenal oleh masyarakat Sunda, diperkirakan kesenian ini populer sekitar tahun 1916. Sebagai seni pertunjukan rakyat, kesenian ini hanya didukung oleh unsur-unsur sederhana, seperti waditra yang meliputi rebab, kendang, dua buah kulanter, tiga buah ketuk, dan gong. Demikian pula dengan gerak-gerak tarinya yang tidak memiliki pola gerak yang baku, kostum penari yang sederhana sebagai cerminan kerakyatan.
Seiring dengan memudarnya jenis kesenian di atas, mantan pamogoran (penonton yang berperan aktif dalam seni pertunjukan Ketuk Tilu / Doger / Tayub) beralih perhatiannya pada seni pertunjukan Kliningan, yang di daerah Pantai Utara Jawa Barat (Karawang, Bekasi, Purwakarta, Indramayu, dan Subang) dikenal dengan sebutan Kliningan Bajidoran yang pola tarinya maupun peristiwa pertunjukannya mempunyai kemiripan dengan kesenian sebelumnya (Ketuk Tilu / Doger / Tayub). Dalam pada itu, eksistensi tari-tarian dalam Topeng Banjet cukup digemari, khususnya di Karawang, di mana beberapa pola gerak Bajidoran diambil dari tarian dalam Topeng Banjet ini.
Secara koreografis tarian itu masih menampakan pola-pola tradisi (Ketuk Tilu) yang mengandung unsur gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid yang pada gilirannya menjadi dasar penciptaan tari Jaipongan. Beberapa gerak-gerak dasar tari Jaipongan selain dari Ketuk Tilu, Ibing Bajidor serta Topeng Banjet adalah Tayuban dan Pencak Silat
Tari Kecak biasanya disebut sebagai tari "Cak" atau tari api (Fire
Dance) merupakan tari pertunjukan masal atau hiburan dan cendrung
sebagai sendratari yaitu seni drama dan tari karena seluruhnya
menggambarkan seni peran dari "Lakon Pewayangan" seperti Rama Sita dan
tidak secara khusus digunakan dalam ritual agama hindu seperti pemujaan,
odalan dan upacara lainnya.
Bentuk - bentuk "Sakral" dalam tari kecak ini biasanya ditunjukan dalam
hal kerauhan atau masolah yaitu kekebalan secara gaib sehingga tidak
terbakar oleh api.
Keunikan.
Tidak seperti tari bali lainnya menggunakan gamelan sebagai musik
pengiring tetapi dalam pementasan tari kecak ini hanya memadukan seni
dari suara - suara mulut atau teriakan - teriakan seperti "cak cak ke
cak cak ke" sehingga tari ini disebut tari kecak.
Ditambahkan oleh TariKecak.com, Tarian Kecak
ini bisa ditemukan di beberapa tempat di Bali, tapi yang di Uluwatu
adalah yang paling menarik untuk ditonton karena atraksinya bersamaan
dengan sunset atau matahari tenggelam.
Menurut Wikipedia, kecak
diciptakan pada tahun 1930-an oleh Wayan Limbak yang bekerja sama
dengan pelukis Jerman Walter Spies berdasarkan tradisi Sanghyang dan
bagian-bagian kisah Ramayana. Wayan Limbak memopulerkan tari ini saat
berkeliling dunia bersama rombongan penari Bali-nya.
Selain kisah Ramayana, ada beberapa judul dan tema kecak yang sering dipentaskan seperti :
- Kecak Subali dan Sugriwa, diciptakan pada tahun 1976.
- Kecak Dewa Ruci, diciptakan pada tahun 1982.
Keduanya merupakan hasil karya dari Bapak I Wayan Dibia.
Tari Kecak Bali
Full View
Label:
Kesenian
Tari Kecak biasanya disebut sebagai tari "Cak" atau tari api (Fire
Dance) merupakan tari pertunjukan masal atau hiburan dan cendrung
sebagai sendratari yaitu seni drama dan tari karena seluruhnya
menggambarkan seni peran dari "Lakon Pewayangan" seperti Rama Sita dan
tidak secara khusus digunakan dalam ritual agama hindu seperti pemujaan,
odalan dan upacara lainnya.
Bentuk - bentuk "Sakral" dalam tari kecak ini biasanya ditunjukan dalam hal kerauhan atau masolah yaitu kekebalan secara gaib sehingga tidak terbakar oleh api.
Keunikan.
Tidak seperti tari bali lainnya menggunakan gamelan sebagai musik pengiring tetapi dalam pementasan tari kecak ini hanya memadukan seni dari suara - suara mulut atau teriakan - teriakan seperti "cak cak ke cak cak ke" sehingga tari ini disebut tari kecak.
Bentuk - bentuk "Sakral" dalam tari kecak ini biasanya ditunjukan dalam hal kerauhan atau masolah yaitu kekebalan secara gaib sehingga tidak terbakar oleh api.
Keunikan.
Tidak seperti tari bali lainnya menggunakan gamelan sebagai musik pengiring tetapi dalam pementasan tari kecak ini hanya memadukan seni dari suara - suara mulut atau teriakan - teriakan seperti "cak cak ke cak cak ke" sehingga tari ini disebut tari kecak.
Ditambahkan oleh TariKecak.com, Tarian Kecak
ini bisa ditemukan di beberapa tempat di Bali, tapi yang di Uluwatu
adalah yang paling menarik untuk ditonton karena atraksinya bersamaan
dengan sunset atau matahari tenggelam.
Menurut Wikipedia, kecak diciptakan pada tahun 1930-an oleh Wayan Limbak yang bekerja sama dengan pelukis Jerman Walter Spies berdasarkan tradisi Sanghyang dan bagian-bagian kisah Ramayana. Wayan Limbak memopulerkan tari ini saat berkeliling dunia bersama rombongan penari Bali-nya.
Selain kisah Ramayana, ada beberapa judul dan tema kecak yang sering dipentaskan seperti :
- Kecak Subali dan Sugriwa, diciptakan pada tahun 1976.
- Kecak Dewa Ruci, diciptakan pada tahun 1982.
Keduanya merupakan hasil karya dari Bapak I Wayan Dibia.
Menurut Wikipedia, kecak diciptakan pada tahun 1930-an oleh Wayan Limbak yang bekerja sama dengan pelukis Jerman Walter Spies berdasarkan tradisi Sanghyang dan bagian-bagian kisah Ramayana. Wayan Limbak memopulerkan tari ini saat berkeliling dunia bersama rombongan penari Bali-nya.
Selain kisah Ramayana, ada beberapa judul dan tema kecak yang sering dipentaskan seperti :
- Kecak Subali dan Sugriwa, diciptakan pada tahun 1976.
- Kecak Dewa Ruci, diciptakan pada tahun 1982.
Keduanya merupakan hasil karya dari Bapak I Wayan Dibia.
Tak terbendung
oleh waktu, kisah Ramayana yang ditulis Walmiki sudah dua puluh empat
abad menjadi dongeng yang tak pernah membosankan untuk disimak. Kisah
ini telah mengilhami para pujangga untuk menyalin serta menyadurnya
dalam cerita yang terus memikat sepanjang zaman. Sejarah telah berbicara
bahwa kisah Ramayana hingga kini terekam dalam bentuk pewayangan,
lukisan, film, hingga pahatan di candi-candi nan megah. Kini saatnya
Anda menyaksikan suguhan cerita epos ini dalam bentuk ragam kesenian
Jawa yang dipentaskan di Yogyakarta, di Candi Prambanan, atau juga di Surakarta.
Inilah sebuah pementasan cantik dan
megah yang menyatukan ragam kesenian Jawa berupa tari, drama, dan musik
dalam satu panggung. Menikmati pertunjukannya ibarat diajak pada
visualisasi mengagumkan dari epos legendaris “Ramayana” karya
Walmiki yang ditulis dalam bahasa Sanskerta. Menikmati ceritanya dalam
rangkaian gerak tari khas Jawa diiringi musik gamelan menjadi sebuah hal
yang berkesan. Sendratari Ramayana Prambanan sudah ditonton tokoh
nasional maupun internasional dari berbagai negara.
Untuk menikmati pementasan indah ini
maka memahami ceritanya akan membawa Anda lebih menikmati penggalan
babak demi babaknya. Di dalamnya tidak ada dialog yang terucap dari
penarinya, hanya tembang lagu-lagu dalam bahasa Jawa yang terdengar dari
sinden untuk menggambarkan jalannya cerita. Selain itu, ada pula
atraksi permainan bola api dan kelincahan penari berakrobat dalam
beberapa adegan yang menegangkan. Gerak penarinya sangat memukau dengan
kelincahan sekaligus gemulai bak penari balet. Tata panggung dan cahaya
yang indah juga akan melarutkan Anda pada suasana pementasan sendratari
ini. Ceritanya yang menarik dan panjang tersebut dirangkum dalam empat
babak, yaitu: penculikan Sinta, misi Anoman ke Alengka, kematian
Rahwana, dan pertemuan kembali antara Rama dan Sinta.
Perlu diketahui bahwa kisah Ramayana
sendiri terpahat pada Candi Prambanan yang bercorak Hindu mirip dengan
cerita aslinya dalam tradisi lisan di India. Ramayana berasal dari kata ‘rama’ dan ‘ayana’ yang artinya ‘Perjalanan Rama’,
yaitu cerita epos dari India yang digubah oleh Walmiki (Valmiki).
Ramayana telah dikenal sebagai cerita Hindu terkenal di dunia selain
Mahabharata. Di Nusantara terutama di Pulau Jawa dan Bali,
kisah Ramayana mengalami gubahan dalam khazanah sastra Jawa dengan
bahasa Jawa Baru. Wiracarita Ramayana telah diangkat ke dalam budaya
pewayangan, lukisan, maupun pahatan di beberapa negara di Asia Tenggara
seperti Thailand, Kamboja, Vietnam, Laos, dan Filipina.
Kisah epik
Ramayana yang ditulis dua puluh empat abad yang lalu itu senantiasa
memberikan pesan dan hikmah meski diejawantahkan dalam banyak versi
kesenian dan pertunjukan. Nilai pelajaran yang terpenting adalah bentuk
keteladanan tokoh utama (Rama, Sita, Maniken dan Satya) yang bisa
dijadikan cermin dalam menjalani hidup ini. Tokoh tersebut memberikan
gambaran sifat-sifat seorang raja, kesatria, saudara, dan istri yang
baik.
Sendratari Ramayana sudah dipentaskan
selama 51 tahun sejak 28 Juli 1961. Digagas oleh Letjen TNI (purn) GPH
Djati Kusumo dengan mementaskannya di panggung terbuka sebelah selatan
Candi Prambanan. Saat itu tujuannya memang untuk menjadi sebuah daya
tarik bagi wisatawan dan Presiden Soekarno sendiri sangat ingin membawa
Ramayana Prambanan sebagai langkah dari seni budaya Indonesia yang
pentas ke dunia. Dari waktu ke waktu pementasan kolosal ini terus
diimprovisasi dan diperlengkapi lebih megah. Pada masa Presiden
Soeharto, tepatnya tahun 1989 diresmikan panggung utama di Candi
Prambanan untuk pementasannya dengan dilatari keindahan candi tercantik
di Indonesia tersebut.
Hingga saat ini Sendratari Ramayana
Prambanan telah meraih berabgai penghargaan dan terakhir tahun 2012
mendapatkan penghargaan Pacific Asia Travel Association (PATA) Gold
Awards mengalahkan 180 konstestan dari 79 negara untuk kategori
“Heritage”. Sebelumnya untuk kategori yang sama diperoleh tahun 1994 dan
2011. Hal ini membuktikan bahwa keinginan Presiden Soekarno untuk
membawa salah satu budaya Indonesia pada kancah yang lebih tinggi telah
terwujud, bahkan menjadi yang terbaik.
Apabila Anda ingin menyaksikan pementasan Sendratari Ramayana maka ada di dua tempat utama saat ini, yaitu di Yogyakarta dan di Candi prambanan. Pertama, di Yogyakarta digelar di Purawisata Yogyakarta, di Jalan Brigjen Katamso, sebelah timur Kraton Yogyakarta. Di tempat tersebut sendratari ini telah pentas setiap hari tanpa pernah absen selama 25 tahun. Tempat kedua, tentunya di Candi Prambanan
yang berdiam cerita Ramayana terpahat pada relief candinya. Anda dapat
memperoleh informasi jadwal dan tiket di Candi Prambanan dengan
mengunjungi laman: http://www.borobudurpark.com/.
Pilihan lain yang cukup menggembirakan adalah Sendratari Ramayana juga dipentaskan di Kota Solo
tepatnya di Taman Balekambang, Surakarta. Di tempat ini pementasan
berlangsung setiap malam bulan purnama dibawakan oleh kelompok Wayang
Orang Sriwedari. Hingga artikel ini ditulis, Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Surakarta menggelar pementasan ini untuk umum dan gratis.
Tentunya juga bertujuan untuk menarik minat wisatawan agar datang ke
Surakarta.
Ramayana Ballet,,Pementasan Cerita Epos India dalam Ragam Kesenian Jawa
Full View
Label:
Kesenian,
Travelling
Tak terbendung oleh waktu, kisah Ramayana yang ditulis Walmiki sudah dua puluh empat abad menjadi dongeng yang tak pernah membosankan untuk disimak. Kisah ini telah mengilhami para pujangga untuk menyalin serta menyadurnya dalam cerita yang terus memikat sepanjang zaman. Sejarah telah berbicara bahwa kisah Ramayana hingga kini terekam dalam bentuk pewayangan, lukisan, film, hingga pahatan di candi-candi nan megah. Kini saatnya Anda menyaksikan suguhan cerita epos ini dalam bentuk ragam kesenian Jawa yang dipentaskan di Yogyakarta, di Candi Prambanan, atau juga di Surakarta.
Inilah sebuah pementasan cantik dan
megah yang menyatukan ragam kesenian Jawa berupa tari, drama, dan musik
dalam satu panggung. Menikmati pertunjukannya ibarat diajak pada
visualisasi mengagumkan dari epos legendaris “Ramayana” karya
Walmiki yang ditulis dalam bahasa Sanskerta. Menikmati ceritanya dalam
rangkaian gerak tari khas Jawa diiringi musik gamelan menjadi sebuah hal
yang berkesan. Sendratari Ramayana Prambanan sudah ditonton tokoh
nasional maupun internasional dari berbagai negara.
Untuk menikmati pementasan indah ini
maka memahami ceritanya akan membawa Anda lebih menikmati penggalan
babak demi babaknya. Di dalamnya tidak ada dialog yang terucap dari
penarinya, hanya tembang lagu-lagu dalam bahasa Jawa yang terdengar dari
sinden untuk menggambarkan jalannya cerita. Selain itu, ada pula
atraksi permainan bola api dan kelincahan penari berakrobat dalam
beberapa adegan yang menegangkan. Gerak penarinya sangat memukau dengan
kelincahan sekaligus gemulai bak penari balet. Tata panggung dan cahaya
yang indah juga akan melarutkan Anda pada suasana pementasan sendratari
ini. Ceritanya yang menarik dan panjang tersebut dirangkum dalam empat
babak, yaitu: penculikan Sinta, misi Anoman ke Alengka, kematian
Rahwana, dan pertemuan kembali antara Rama dan Sinta.
Perlu diketahui bahwa kisah Ramayana
sendiri terpahat pada Candi Prambanan yang bercorak Hindu mirip dengan
cerita aslinya dalam tradisi lisan di India. Ramayana berasal dari kata ‘rama’ dan ‘ayana’ yang artinya ‘Perjalanan Rama’,
yaitu cerita epos dari India yang digubah oleh Walmiki (Valmiki).
Ramayana telah dikenal sebagai cerita Hindu terkenal di dunia selain
Mahabharata. Di Nusantara terutama di Pulau Jawa dan Bali,
kisah Ramayana mengalami gubahan dalam khazanah sastra Jawa dengan
bahasa Jawa Baru. Wiracarita Ramayana telah diangkat ke dalam budaya
pewayangan, lukisan, maupun pahatan di beberapa negara di Asia Tenggara
seperti Thailand, Kamboja, Vietnam, Laos, dan Filipina.
Kisah epik Ramayana yang ditulis dua puluh empat abad yang lalu itu senantiasa memberikan pesan dan hikmah meski diejawantahkan dalam banyak versi kesenian dan pertunjukan. Nilai pelajaran yang terpenting adalah bentuk keteladanan tokoh utama (Rama, Sita, Maniken dan Satya) yang bisa dijadikan cermin dalam menjalani hidup ini. Tokoh tersebut memberikan gambaran sifat-sifat seorang raja, kesatria, saudara, dan istri yang baik.
Sendratari Ramayana sudah dipentaskan
selama 51 tahun sejak 28 Juli 1961. Digagas oleh Letjen TNI (purn) GPH
Djati Kusumo dengan mementaskannya di panggung terbuka sebelah selatan
Candi Prambanan. Saat itu tujuannya memang untuk menjadi sebuah daya
tarik bagi wisatawan dan Presiden Soekarno sendiri sangat ingin membawa
Ramayana Prambanan sebagai langkah dari seni budaya Indonesia yang
pentas ke dunia. Dari waktu ke waktu pementasan kolosal ini terus
diimprovisasi dan diperlengkapi lebih megah. Pada masa Presiden
Soeharto, tepatnya tahun 1989 diresmikan panggung utama di Candi
Prambanan untuk pementasannya dengan dilatari keindahan candi tercantik
di Indonesia tersebut.
Hingga saat ini Sendratari Ramayana
Prambanan telah meraih berabgai penghargaan dan terakhir tahun 2012
mendapatkan penghargaan Pacific Asia Travel Association (PATA) Gold
Awards mengalahkan 180 konstestan dari 79 negara untuk kategori
“Heritage”. Sebelumnya untuk kategori yang sama diperoleh tahun 1994 dan
2011. Hal ini membuktikan bahwa keinginan Presiden Soekarno untuk
membawa salah satu budaya Indonesia pada kancah yang lebih tinggi telah
terwujud, bahkan menjadi yang terbaik.
Apabila Anda ingin menyaksikan pementasan Sendratari Ramayana maka ada di dua tempat utama saat ini, yaitu di Yogyakarta dan di Candi prambanan. Pertama, di Yogyakarta digelar di Purawisata Yogyakarta, di Jalan Brigjen Katamso, sebelah timur Kraton Yogyakarta. Di tempat tersebut sendratari ini telah pentas setiap hari tanpa pernah absen selama 25 tahun. Tempat kedua, tentunya di Candi Prambanan
yang berdiam cerita Ramayana terpahat pada relief candinya. Anda dapat
memperoleh informasi jadwal dan tiket di Candi Prambanan dengan
mengunjungi laman: http://www.borobudurpark.com/.
Pilihan lain yang cukup menggembirakan adalah Sendratari Ramayana juga dipentaskan di Kota Solo
tepatnya di Taman Balekambang, Surakarta. Di tempat ini pementasan
berlangsung setiap malam bulan purnama dibawakan oleh kelompok Wayang
Orang Sriwedari. Hingga artikel ini ditulis, Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Surakarta menggelar pementasan ini untuk umum dan gratis.
Tentunya juga bertujuan untuk menarik minat wisatawan agar datang ke
Surakarta.