Andong merupakan
salah satu alat transportasi tradisional di Yogyakarta dan sekitarnya,
seperti Solo dan Klaten. Keberadaan andong sebagai salah satu warisan
budaya Jawa memberikan ciri khas kebudayaan tersendiri yang kini masih
terus dilestarikan.Andong memiliki sebutan lain, seperti dokar, delman, bendi
atau sado. Bedanya, andong mempunyai empat roda.
Sejarah Andong dimulai dari berdirinya Kraton
Yogyakarta Hadiningrat, dimana para Raja-raja Mataram atau Yogyakarta dulu
mempergunakan alat Tranportasi ini sebagai Kendaraan. Andong merupakan kereta
kuda beroda empat yang hanya boleh digunakan oleh para bangsawan, terutama raja
dan para kerabatnya. Di awal abad 19 hingga awal abad 20, andong ini menjadi
salah satu penanda status sosial para priyayi keraton, yang dimulai ketika
Mataram dipimpin oleh Sultan HB VII. Ketika itu rakyat jelata tidak
diperbolehkan menggunakan andong. Rakyat hanya boleh menggunakan gerobak sapi
atau dokar (kereta kuda beroda dua). Tetapi ketika masa Sultan HB VIII, andong
mulai digunakan oleh masyarakat umum, meskipun masih terbatas pada para
pedagang saja.
Karena bentuknya yang sangat Unik dan mempunyai
nilai arsitektur yang tinggi serta terlihat wibawa, maka rakyat Mataram atau
Yogyakarta pada Zaman dulu menciptakan Andong sebagai alat transportasinya.
Kalau untuk kalangan Raja-raja di Yogyakarta atau Jogjakarta disebut dengan
Kereta Kencana, sedangkan untuk Rakyat dengan sebutan Andong.
Walaupun sudah banyak kendaraan bermotor yang
lebih cepat dan murah, tetapi pengguna Andong di Yogyakarta ini masih
cukup banyak. Andong-andong ini dapat ditemui dengan mudah di sepanjang jalan
Malioboro, pasar Ngasem, serta di Kotagede.
Andong memiliki keistemewaan yang tidak
dimiliki transportasi modern saat ini, selain ramah lingkungan, transportasi
ini ditarik oleh Kuda.
Posting Komentar