Tampilkan postingan dengan label Sejarah. Tampilkan semua postingan
Istana Ratu Boko adalah sebuah bangunan megah yang dibangun pada
masa pemerintahan Rakai Panangkaran, salah satu keturunan Wangsa
Syailendra. Istana yang awalnya bernama Abhayagiri Vihara
(berarti biara di bukit yang penuh kedamaian) ini didirikan untuk tempat
menyepi dan memfokuskan diri pada kehidupan spiritual. Berada di istana
ini, anda bisa merasakan kedamaian sekaligus melihat pemandangan kota
Yogyakarta dan Candi Prambanan dengan latar Gunung Merapi.
Istana ini terletak di 196 meter di atas permukaan laut. Areal istana seluas 250.000 m2
terbagi menjadi empat, yaitu tengah, barat, tenggara, dan timur. Bagian
tengah terdiri dari bangunan gapura utama, lapangan, Candi Pembakaran,
kolam, batu berumpak, dan Paseban. Sementara, bagian tenggara meliputi
Pendopo, Balai-Balai, 3 candi, kolam, dan kompleks Keputren. Kompleks
gua, Stupa Budha, dan kolam terdapat di bagian timur. Sedangkan bagian
barat hanya terdiri atas perbukitan.
Bila masuk dari pintu gerbang istana, anda akan
langsung menuju ke bagian tengah. Dua buah gapura tinggi akan menyambut
anda. Gapura pertama memiliki 3 pintu sementara gapura kedua memiliki 5
pintu. Bila anda cermat, pada gapura pertama akan ditemukan tulisan
'Panabwara'. Kata itu, berdasarkan prasasti Wanua Tengah III, dituliskan
oleh Rakai Panabwara, (keturunan Rakai Panangkaran) yang mengambil alih
istana. Tujuan penulisan namanya adalah untuk melegitimasi kekuasaan,
memberi 'kekuatan' sehingga lebih agung dan memberi tanda bahwa bangunan
itu adalah bangunan utama.
Sekitar 45 meter dari gapura kedua, anda akan menemui
bangungan candi yang berbahan dasar batu putih sehingga disebut Candi
Batu Putih. Tak jauh dari situ, akan ditemukan pula Candi Pembakaran.
Candi itu berbentuk bujur sangkar (26 meter x 26 meter) dan memiliki 2
teras. Sesuai namanya, candi itu digunakan untuk pembakaran jenasah.
Selain kedua candi itu, sebuah batu berumpak dan kolam akan ditemui
kemudian bila anda berjalan kurang lebih 10 meter dari Candi Pembakaran.
Sumur penuh misteri akan ditemui bila berjalan ke arah
tenggara dari Candi Pembakaran. Konon, sumur tersebut bernama Amerta
Mantana yang berarti air suci yang diberikan mantra. Kini, airnya pun
masih sering dipakai. Masyarakat setempat mengatakan, air sumur itu
dapat membawa keberuntungan bagi pemakainya. Sementara orang-orang Hindu
menggunakannya untuk Upacara Tawur agung sehari sebelum Nyepi.
Penggunaan air dalam upacara diyakini dapat mendukung tujuannya, yaitu
untuk memurnikan diri kembali serta mengembalikan bumi dan isinya pada
harmoni awalnya. disarankan anda berkunjung ke Candi Prambanan
sehari sebelum Nyepi jika ingin melihat proses upacaranya.
Melangkah ke bagian timur istana, anda akan menjumpai
dua buah gua, kolam besar berukuran 20 meter x 50 meter dan stupa Budha
yang terlihat tenang. Dua buah gua itu terbentuk dari batuan sedimen
yang disebut Breksi Pumis. Gua yang berada lebih atas dinamakan Gua
Lanang sedangkan yang berada di bawah disebut Gua Wadon. Persis di muka
Gua Lanang terdapat sebuah kolam dan tiga stupa. Berdasarkan sebuah
penelitian, diketahui bahwa stupa itu merupakan Aksobya, salah satu
Pantheon Budha.
Meski didirikan oleh seorang Budha, istana ini memiliki
unsur-unsur Hindu. Itu dapat dilihat dengan adanya Lingga dan Yoni,
arca Ganesha, serta lempengan emas yang bertuliskan "Om Rudra ya namah swaha"
sebagai bentuk pemujaan terhadap Dewa Rudra yang merupakan nama lain
Dewa Siwa. Adanya unsur-unsur Hindu itu membuktikan adanya toleransi
umat beragama yang tercermin dalam karya arsitektural. Memang, saat itu
Rakai Panangkaran yang merupakan pengikut Budha hidup berdampingan
dengan para pengikut Hindu.
Sedikit yang tahu bahwa istana ini adalah saksi bisu
awal kejayaan di tanah Sumatera. Balaputradewa sempat melarikan diri ke
istana ini sebelum ke Sumatera ketika diserang oleh Rakai Pikatan.
Balaputradewa memberontak karena merasa sebagai orang nomor dua di
pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno akibat pernikahan Rakai Pikatan
dengan Pramudhawardani (saudara Balaputradewa. Setelah ia kalah dan
melarikan diri ke Sumatera, barulah ia menjadi raja di Kerajaan
Sriwijaya.
Sebagai sebuah bangunan peninggalan, Istana Ratu Boko
memiliki keunikan dibanding peninggalan lain. Jika bangunan lain umumnya
berupa candi atau kuil, maka sesuai namanya istana ini menunjukkan
ciri-ciri sebagai tempat tinggal. Itu ditunjukkan dari adanya bangunan
berupa tiang dan atap yang terbuat dari bahan kayu, meski kini yang
tertinggal hanya batur-batur dari batu saja. Telusurilah istana ini,
maka anda akan mendapatkan lebih banyak lagi, salah satunya pemandangan
senja yang sangat indah. Seorang turis asal Amerika Serikat mengatakan,
"Inilah senja yang terindah di bumi."o
ISTANA RATU BOKO - Kemegahan di Bukit Penuh Kedamaian
Full View
Label:
Sejarah,
Travelling
Istana Ratu Boko adalah sebuah bangunan megah yang dibangun pada
masa pemerintahan Rakai Panangkaran, salah satu keturunan Wangsa
Syailendra. Istana yang awalnya bernama Abhayagiri Vihara
(berarti biara di bukit yang penuh kedamaian) ini didirikan untuk tempat
menyepi dan memfokuskan diri pada kehidupan spiritual. Berada di istana
ini, anda bisa merasakan kedamaian sekaligus melihat pemandangan kota
Yogyakarta dan Candi Prambanan dengan latar Gunung Merapi.
Istana ini terletak di 196 meter di atas permukaan laut. Areal istana seluas 250.000 m2
terbagi menjadi empat, yaitu tengah, barat, tenggara, dan timur. Bagian
tengah terdiri dari bangunan gapura utama, lapangan, Candi Pembakaran,
kolam, batu berumpak, dan Paseban. Sementara, bagian tenggara meliputi
Pendopo, Balai-Balai, 3 candi, kolam, dan kompleks Keputren. Kompleks
gua, Stupa Budha, dan kolam terdapat di bagian timur. Sedangkan bagian
barat hanya terdiri atas perbukitan.
Bila masuk dari pintu gerbang istana, anda akan
langsung menuju ke bagian tengah. Dua buah gapura tinggi akan menyambut
anda. Gapura pertama memiliki 3 pintu sementara gapura kedua memiliki 5
pintu. Bila anda cermat, pada gapura pertama akan ditemukan tulisan
'Panabwara'. Kata itu, berdasarkan prasasti Wanua Tengah III, dituliskan
oleh Rakai Panabwara, (keturunan Rakai Panangkaran) yang mengambil alih
istana. Tujuan penulisan namanya adalah untuk melegitimasi kekuasaan,
memberi 'kekuatan' sehingga lebih agung dan memberi tanda bahwa bangunan
itu adalah bangunan utama.
Sekitar 45 meter dari gapura kedua, anda akan menemui
bangungan candi yang berbahan dasar batu putih sehingga disebut Candi
Batu Putih. Tak jauh dari situ, akan ditemukan pula Candi Pembakaran.
Candi itu berbentuk bujur sangkar (26 meter x 26 meter) dan memiliki 2
teras. Sesuai namanya, candi itu digunakan untuk pembakaran jenasah.
Selain kedua candi itu, sebuah batu berumpak dan kolam akan ditemui
kemudian bila anda berjalan kurang lebih 10 meter dari Candi Pembakaran.
Sumur penuh misteri akan ditemui bila berjalan ke arah
tenggara dari Candi Pembakaran. Konon, sumur tersebut bernama Amerta
Mantana yang berarti air suci yang diberikan mantra. Kini, airnya pun
masih sering dipakai. Masyarakat setempat mengatakan, air sumur itu
dapat membawa keberuntungan bagi pemakainya. Sementara orang-orang Hindu
menggunakannya untuk Upacara Tawur agung sehari sebelum Nyepi.
Penggunaan air dalam upacara diyakini dapat mendukung tujuannya, yaitu
untuk memurnikan diri kembali serta mengembalikan bumi dan isinya pada
harmoni awalnya. disarankan anda berkunjung ke Candi Prambanan
sehari sebelum Nyepi jika ingin melihat proses upacaranya.
Melangkah ke bagian timur istana, anda akan menjumpai
dua buah gua, kolam besar berukuran 20 meter x 50 meter dan stupa Budha
yang terlihat tenang. Dua buah gua itu terbentuk dari batuan sedimen
yang disebut Breksi Pumis. Gua yang berada lebih atas dinamakan Gua
Lanang sedangkan yang berada di bawah disebut Gua Wadon. Persis di muka
Gua Lanang terdapat sebuah kolam dan tiga stupa. Berdasarkan sebuah
penelitian, diketahui bahwa stupa itu merupakan Aksobya, salah satu
Pantheon Budha.
Meski didirikan oleh seorang Budha, istana ini memiliki
unsur-unsur Hindu. Itu dapat dilihat dengan adanya Lingga dan Yoni,
arca Ganesha, serta lempengan emas yang bertuliskan "Om Rudra ya namah swaha"
sebagai bentuk pemujaan terhadap Dewa Rudra yang merupakan nama lain
Dewa Siwa. Adanya unsur-unsur Hindu itu membuktikan adanya toleransi
umat beragama yang tercermin dalam karya arsitektural. Memang, saat itu
Rakai Panangkaran yang merupakan pengikut Budha hidup berdampingan
dengan para pengikut Hindu.
Sedikit yang tahu bahwa istana ini adalah saksi bisu
awal kejayaan di tanah Sumatera. Balaputradewa sempat melarikan diri ke
istana ini sebelum ke Sumatera ketika diserang oleh Rakai Pikatan.
Balaputradewa memberontak karena merasa sebagai orang nomor dua di
pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno akibat pernikahan Rakai Pikatan
dengan Pramudhawardani (saudara Balaputradewa. Setelah ia kalah dan
melarikan diri ke Sumatera, barulah ia menjadi raja di Kerajaan
Sriwijaya.
Sebagai sebuah bangunan peninggalan, Istana Ratu Boko
memiliki keunikan dibanding peninggalan lain. Jika bangunan lain umumnya
berupa candi atau kuil, maka sesuai namanya istana ini menunjukkan
ciri-ciri sebagai tempat tinggal. Itu ditunjukkan dari adanya bangunan
berupa tiang dan atap yang terbuat dari bahan kayu, meski kini yang
tertinggal hanya batur-batur dari batu saja. Telusurilah istana ini,
maka anda akan mendapatkan lebih banyak lagi, salah satunya pemandangan
senja yang sangat indah. Seorang turis asal Amerika Serikat mengatakan,
"Inilah senja yang terindah di bumi."o
Siapa tak kenal Candi Borobudur? Candi Budha ini memiliki 1460
relief dan 504 stupa Budha di kompleksnya. Jutaan orang mendamba untuk
mengunjungi bangunan yang termasuk dalam World Wonder Heritages ini. Tak mengherankan, sebab secara arsitektural maupun fungsinya sebagai tempat ibadah, Borobudur memang memikat hati.
Borobudur dibangun oleh Raja Samaratungga, salah satu
raja kerajaan Mataram Kuno, keturunan Wangsa Syailendra. Berdasarkan
prasasti Kayumwungan, seorang Indonesia bernama Hudaya Kandahjaya
mengungkapkan bahwa Borobudur adalah sebuah tempat ibadah yang selesai
dibangun 26 Mei 824, hampir seratus tahun sejak masa awal dibangun. Nama
Borobudur sendiri menurut beberapa orang berarti sebuah gunung yang
berteras-teras (budhara), sementara beberapa yang lain mengatakan Borobudur berarti biara yang terletak di tempat tinggi.
Bangunan Borobudur berbentuk punden berundak terdiri
dari 10 tingkat. Tingginya 42 meter sebelum direnovasi dan 34,5 meter
setelah direnovasi karena tingkat paling bawah digunakan sebagai
penahan. Enam tingkat paling bawah berbentuk bujur sangkar dan tiga
tingkat di atasnya berbentuk lingkaran dan satu tingkat tertinggi yang
berupa stupa Budha yang menghadap ke arah barat. Setiap tingkatan
melambangkan tahapan kehidupan manusia. Sesuai mahzab Budha Mahayana,
setiap orang yang ingin mencapai tingkat sebagai Budha mesti melalui
setiap tingkatan kehidupan tersebut.
Bagian dasar Borobudur, disebut Kamadhatu,
melambangkan manusia yang masih terikat nafsu. Empat tingkat di atasnya
disebut Rupadhatu melambangkan manusia yang telah dapat membebaskan diri
dari nafsu namun masih terikat rupa dan bentuk. Pada tingkat tersebut,
patung Budha diletakkan terbuka. Sementara, tiga tingkat di atasnya
dimana Budha diletakkan di dalam stupa yang berlubang-lubang disebut Arupadhatu, melambangkan manusia yang telah terbebas dari nafsu, rupa, dan bentuk. Bagian paling atas yang disebut Arupa melambangkan nirwana, tempat Budha bersemayam.
Setiap tingkatan memiliki relief-relief indah yang
menunjukkan betapa mahir pembuatnya. Relief itu akan terbaca secara
runtut bila anda berjalan searah jarum jam (arah kiri dari pintu masuk
candi). Pada reliefnya Borobudur bercerita tentang suatu kisah yang
sangat melegenda, yaitu Ramayana. Selain itu, terdapat pula relief yang
menggambarkan kondisi masyarakat saat itu. Misalnya, relief tentang
aktivitas petani yang mencerminkan tentang kemajuan sistem pertanian
saat itu dan relief kapal layar merupakan representasi dari kemajuan
pelayaran yang waktu itu berpusat di Bergotta (Semarang).
Keseluruhan relief yang ada di candi Borobudur
mencerminkan ajaran sang Budha. Karenanya, candi ini dapat dijadikan
media edukasi bagi orang-orang yang ingin mempelajari ajaran Budha.
YogYES mengajak anda untuk mengelilingi setiap lorong-lorong sempit di
Borobudur agar dapat mengerti filosofi agama Budha. Atisha, seorang
budhis asal India pada abad ke 10, pernah berkunjung ke candi yang
dibangun 3 abad sebelum Angkor Wat di Kamboja dan 4 abad sebelum
Katedral Agung di Eropa ini.
Berkat mengunjungi Borobudur dan berbekal naskah ajaran
Budha dari Serlingpa (salah satu raja Kerajaan Sriwijaya), Atisha mampu
mengembangkan ajaran Budha. Ia menjadi kepala biara Vikramasila dan
mengajari orang Tibet tentang cara mempraktekkan Dharma. Enam naskah
dari Serlingpa pun diringkas menjadi sebuah inti ajaran disebut "The Lamp for the Path to Enlightenment" atau yang lebih dikenal dengan nama Bodhipathapradipa.
Salah satu pertanyaan yang kini belum terjawab tentang
Borobudur adalah bagaimana kondisi sekitar candi ketika dibangun dan
mengapa candi itu ditemukan dalam keadaan terkubur. Beberapa mengatakan
Borobudur awalnya berdiri dikitari rawa kemudian terpendam karena
letusan Merapi. Dasarnya adalah prasasti Kalkutta bertuliskan 'Amawa'
berarti lautan susu. Kata itu yang kemudian diartikan sebagai lahar
Merapi. Beberapa yang lain mengatakan Borobudur tertimbun lahar dingin
Merapi.
Dengan segala kehebatan dan misteri yang ada, wajar
bila banyak orang dari segala penjru dunia memasukkan Borobudur sebagai
tempat yang harus dikunjungi dalam hidupnya. Selain menikmati candinya,
anda juga bisa berkeliling ke desa-desa sekitar Borobudur, seperti
Karanganyar dan Wanurejo untuk melihat aktivitas warga membuat
kerajinan. Anda juga bisa pergi ke puncak watu Kendil untuk dapat
memandang panorama Borobudur dari atas. Tunggu apa lagi? Tak perlu
khawatir gempa 27 Mei 2006, karena Borobudur tidak terkena dampaknya
sama sekali.
Naskah: Yunanto Wiji Utomo
Candi Borobudur
Full View
Label:
Sejarah,
Travelling
Siapa tak kenal Candi Borobudur? Candi Budha ini memiliki 1460
relief dan 504 stupa Budha di kompleksnya. Jutaan orang mendamba untuk
mengunjungi bangunan yang termasuk dalam World Wonder Heritages ini. Tak mengherankan, sebab secara arsitektural maupun fungsinya sebagai tempat ibadah, Borobudur memang memikat hati.
Borobudur dibangun oleh Raja Samaratungga, salah satu
raja kerajaan Mataram Kuno, keturunan Wangsa Syailendra. Berdasarkan
prasasti Kayumwungan, seorang Indonesia bernama Hudaya Kandahjaya
mengungkapkan bahwa Borobudur adalah sebuah tempat ibadah yang selesai
dibangun 26 Mei 824, hampir seratus tahun sejak masa awal dibangun. Nama
Borobudur sendiri menurut beberapa orang berarti sebuah gunung yang
berteras-teras (budhara), sementara beberapa yang lain mengatakan Borobudur berarti biara yang terletak di tempat tinggi.
Bangunan Borobudur berbentuk punden berundak terdiri
dari 10 tingkat. Tingginya 42 meter sebelum direnovasi dan 34,5 meter
setelah direnovasi karena tingkat paling bawah digunakan sebagai
penahan. Enam tingkat paling bawah berbentuk bujur sangkar dan tiga
tingkat di atasnya berbentuk lingkaran dan satu tingkat tertinggi yang
berupa stupa Budha yang menghadap ke arah barat. Setiap tingkatan
melambangkan tahapan kehidupan manusia. Sesuai mahzab Budha Mahayana,
setiap orang yang ingin mencapai tingkat sebagai Budha mesti melalui
setiap tingkatan kehidupan tersebut.
Bagian dasar Borobudur, disebut Kamadhatu,
melambangkan manusia yang masih terikat nafsu. Empat tingkat di atasnya
disebut Rupadhatu melambangkan manusia yang telah dapat membebaskan diri
dari nafsu namun masih terikat rupa dan bentuk. Pada tingkat tersebut,
patung Budha diletakkan terbuka. Sementara, tiga tingkat di atasnya
dimana Budha diletakkan di dalam stupa yang berlubang-lubang disebut Arupadhatu, melambangkan manusia yang telah terbebas dari nafsu, rupa, dan bentuk. Bagian paling atas yang disebut Arupa melambangkan nirwana, tempat Budha bersemayam.
Setiap tingkatan memiliki relief-relief indah yang
menunjukkan betapa mahir pembuatnya. Relief itu akan terbaca secara
runtut bila anda berjalan searah jarum jam (arah kiri dari pintu masuk
candi). Pada reliefnya Borobudur bercerita tentang suatu kisah yang
sangat melegenda, yaitu Ramayana. Selain itu, terdapat pula relief yang
menggambarkan kondisi masyarakat saat itu. Misalnya, relief tentang
aktivitas petani yang mencerminkan tentang kemajuan sistem pertanian
saat itu dan relief kapal layar merupakan representasi dari kemajuan
pelayaran yang waktu itu berpusat di Bergotta (Semarang).
Keseluruhan relief yang ada di candi Borobudur
mencerminkan ajaran sang Budha. Karenanya, candi ini dapat dijadikan
media edukasi bagi orang-orang yang ingin mempelajari ajaran Budha.
YogYES mengajak anda untuk mengelilingi setiap lorong-lorong sempit di
Borobudur agar dapat mengerti filosofi agama Budha. Atisha, seorang
budhis asal India pada abad ke 10, pernah berkunjung ke candi yang
dibangun 3 abad sebelum Angkor Wat di Kamboja dan 4 abad sebelum
Katedral Agung di Eropa ini.
Berkat mengunjungi Borobudur dan berbekal naskah ajaran
Budha dari Serlingpa (salah satu raja Kerajaan Sriwijaya), Atisha mampu
mengembangkan ajaran Budha. Ia menjadi kepala biara Vikramasila dan
mengajari orang Tibet tentang cara mempraktekkan Dharma. Enam naskah
dari Serlingpa pun diringkas menjadi sebuah inti ajaran disebut "The Lamp for the Path to Enlightenment" atau yang lebih dikenal dengan nama Bodhipathapradipa.
Salah satu pertanyaan yang kini belum terjawab tentang
Borobudur adalah bagaimana kondisi sekitar candi ketika dibangun dan
mengapa candi itu ditemukan dalam keadaan terkubur. Beberapa mengatakan
Borobudur awalnya berdiri dikitari rawa kemudian terpendam karena
letusan Merapi. Dasarnya adalah prasasti Kalkutta bertuliskan 'Amawa'
berarti lautan susu. Kata itu yang kemudian diartikan sebagai lahar
Merapi. Beberapa yang lain mengatakan Borobudur tertimbun lahar dingin
Merapi.
Dengan segala kehebatan dan misteri yang ada, wajar
bila banyak orang dari segala penjru dunia memasukkan Borobudur sebagai
tempat yang harus dikunjungi dalam hidupnya. Selain menikmati candinya,
anda juga bisa berkeliling ke desa-desa sekitar Borobudur, seperti
Karanganyar dan Wanurejo untuk melihat aktivitas warga membuat
kerajinan. Anda juga bisa pergi ke puncak watu Kendil untuk dapat
memandang panorama Borobudur dari atas. Tunggu apa lagi? Tak perlu
khawatir gempa 27 Mei 2006, karena Borobudur tidak terkena dampaknya
sama sekali.
Naskah: Yunanto Wiji Utomo
Alkisah,
pada dahulu kala terdapat sebuah kerajaan besar yang bernama
Prambanan. Rakyatnya hidup tenteran dan damai. Tetapi, apa yang terjadi
kemudian? Kerajaan Prambanan diserang dan dijajah oleh negeri
Pengging. Ketentraman Kerajaan Prambanan menjadi terusik. Para tentara
tidak mampu menghadapi serangan pasukan Pengging. Akhirnya, kerajaan
Prambanan dikuasai oleh Pengging, dan dipimpin oleh Bandung Bondowoso.
Bandung
Bondowoso seorang yang suka memerintah dengan kejam. “Siapapun yang
tidak menuruti perintahku, akan dijatuhi hukuman berat!”, ujar Bandung
Bondowoso pada rakyatnya. Bandung Bondowoso adalah seorang yang sakti
dan mempunyai pasukan jin. Tidak berapa lama berkuasa, Bandung
Bondowoso suka mengamati gerak-gerik Loro Jonggrang, putri Raja
Prambanan yang cantik jelita. “Cantik nian putri itu. Aku ingin dia
menjadi permaisuriku,” pikir Bandung Bondowoso.
Esok
harinya, Bondowoso mendekati Loro Jonggrang. “Kamu cantik sekali,
maukah kau menjadi permaisuriku ?”, Tanya Bandung Bondowoso kepada Loro
Jonggrang. Loro Jonggrang tersentak, mendengar pertanyaan Bondowoso.
“Laki-laki ini lancang sekali, belum kenal denganku langsung
menginginkanku menjadi permaisurinya”, ujar Loro Jongrang dalam hati.
“Apa yang harus aku lakukan ?”. Loro Jonggrang menjadi kebingungan.
Pikirannya berputar-putar. Jika ia menolak, maka Bandung Bondowoso akan
marah besar dan membahayakan keluarganya serta rakyat Prambanan. Untuk
mengiyakannya pun tidak mungkin, karena Loro Jonggrang memang tidak
suka dengan Bandung Bondowoso.
“Bagaimana,
Loro Jonggrang ?” desak Bondowoso. Akhirnya Loro Jonggrang mendapatkan
ide. “Saya bersedia menjadi istri Tuan, tetapi ada syaratnya,”
Katanya. “Apa syaratnya? Ingin harta yang berlimpah? Atau Istana yang
megah?”. “Bukan itu, tuanku, kata Loro Jonggrang. Saya minta dibuatkan
candi, jumlahnya harus seribu buah. “Seribu buah?” teriak Bondowoso.
“Ya, dan candi itu harus selesai dalam waktu semalam.” Bandung
Bondowoso menatap Loro Jonggrang, bibirnya bergetar menahan amarah.
Sejak saat itu Bandung Bondowoso berpikir bagaimana caranya membuat
1000 candi. Akhirnya ia bertanya kepada penasehatnya. “Saya percaya
tuanku bias membuat candi tersebut dengan bantuan Jin!”, kata
penasehat. “Ya, benar juga usulmu, siapkan peralatan yang kubutuhkan!”
Setelah
perlengkapan di siapkan. Bandung Bondowoso berdiri di depan altar
batu. Kedua lengannya dibentangkan lebar-lebar. “Pasukan jin, Bantulah
aku!” teriaknya dengan suara menggelegar. Tak lama kemudian, langit
menjadi gelap. Angin menderu-deru. Sesaat kemudian, pasukan jin sudah
mengerumuni Bandung Bondowoso. “Apa yang harus kami lakukan Tuan ?”,
tanya pemimpin jin. “Bantu aku membangun seribu candi,” pinta Bandung
Bondowoso. Para jin segera bergerak ke sana kemari, melaksanakan tugas
masing-masing. Dalam waktu singkat bangunan candi sudah tersusun hampir
mencapai seribu buah.
Sementara
itu, diam-diam Loro Jonggrang mengamati dari kejauhan. Ia cemas,
mengetahui Bondowoso dibantu oleh pasukan jin. “Wah, bagaimana ini?”,
ujar Loro Jonggrang dalam hati. Ia mencari akal. Para dayang kerajaan
disuruhnya berkumpul dan ditugaskan mengumpulkan jerami. “Cepat bakar
semua jerami itu!” perintah Loro Jonggrang. Sebagian dayang lainnya
disuruhnya menumbuk lesung. Dung… dung…dung! Semburat warna merah
memancar ke langit dengan diiringi suara hiruk pikuk, sehingga mirip
seperti fajar yang menyingsing.
Pasukan
jin mengira fajar sudah menyingsing. “Wah, matahari akan terbit!” seru
jin. “Kita harus segera pergi sebelum tubuh kita dihanguskan
matahari,” sambung jin yang lain. Para jin tersebut berhamburan pergi
meninggalkan tempat itu. Bandung Bondowoso sempat heran melihat
kepanikan pasukan jin.
Paginya,
Bandung Bondowoso mengajak Loro Jonggrang ke tempat candi. “Candi yang
kau minta sudah berdiri!”. Loro Jonggrang segera menghitung jumlah
candi itu. Ternyata jumlahnya hanya 999 buah!. “Jumlahnya kurang satu!”
seru Loro Jonggrang. “Berarti tuan telah gagal memenuhi syarat yang
saya ajukan”. Bandung Bondowoso terkejut mengetahui kekurangan itu. Ia
menjadi sangat murka. “Tidak mungkin…”, kata Bondowoso sambil menatap
tajam pada Loro Jonggrang. “Kalau begitu kau saja yang melengkapinya!”
katanya sambil mengarahkan jarinya pada Loro Jonggrang. Ajaib! Loro
Jonggrang langsung berubah menjadi patung batu. Sampai saat ini
candi-candi tersebut masih ada dan disebut Candi Loro Jonggrang. Karena terletak di wilayah Prambanan, Jawa Tengah, Candi Loro Jonggrang dikenal sebagai Candi Prambanan
Sumber: e-smartschool.com
Candi Prambanan
Full View
Label:
Sejarah,
Travelling
Alkisah,
pada dahulu kala terdapat sebuah kerajaan besar yang bernama
Prambanan. Rakyatnya hidup tenteran dan damai. Tetapi, apa yang terjadi
kemudian? Kerajaan Prambanan diserang dan dijajah oleh negeri
Pengging. Ketentraman Kerajaan Prambanan menjadi terusik. Para tentara
tidak mampu menghadapi serangan pasukan Pengging. Akhirnya, kerajaan
Prambanan dikuasai oleh Pengging, dan dipimpin oleh Bandung Bondowoso.
Bandung
Bondowoso seorang yang suka memerintah dengan kejam. “Siapapun yang
tidak menuruti perintahku, akan dijatuhi hukuman berat!”, ujar Bandung
Bondowoso pada rakyatnya. Bandung Bondowoso adalah seorang yang sakti
dan mempunyai pasukan jin. Tidak berapa lama berkuasa, Bandung
Bondowoso suka mengamati gerak-gerik Loro Jonggrang, putri Raja
Prambanan yang cantik jelita. “Cantik nian putri itu. Aku ingin dia
menjadi permaisuriku,” pikir Bandung Bondowoso.
Esok
harinya, Bondowoso mendekati Loro Jonggrang. “Kamu cantik sekali,
maukah kau menjadi permaisuriku ?”, Tanya Bandung Bondowoso kepada Loro
Jonggrang. Loro Jonggrang tersentak, mendengar pertanyaan Bondowoso.
“Laki-laki ini lancang sekali, belum kenal denganku langsung
menginginkanku menjadi permaisurinya”, ujar Loro Jongrang dalam hati.
“Apa yang harus aku lakukan ?”. Loro Jonggrang menjadi kebingungan.
Pikirannya berputar-putar. Jika ia menolak, maka Bandung Bondowoso akan
marah besar dan membahayakan keluarganya serta rakyat Prambanan. Untuk
mengiyakannya pun tidak mungkin, karena Loro Jonggrang memang tidak
suka dengan Bandung Bondowoso.
“Bagaimana,
Loro Jonggrang ?” desak Bondowoso. Akhirnya Loro Jonggrang mendapatkan
ide. “Saya bersedia menjadi istri Tuan, tetapi ada syaratnya,”
Katanya. “Apa syaratnya? Ingin harta yang berlimpah? Atau Istana yang
megah?”. “Bukan itu, tuanku, kata Loro Jonggrang. Saya minta dibuatkan
candi, jumlahnya harus seribu buah. “Seribu buah?” teriak Bondowoso.
“Ya, dan candi itu harus selesai dalam waktu semalam.” Bandung
Bondowoso menatap Loro Jonggrang, bibirnya bergetar menahan amarah.
Sejak saat itu Bandung Bondowoso berpikir bagaimana caranya membuat
1000 candi. Akhirnya ia bertanya kepada penasehatnya. “Saya percaya
tuanku bias membuat candi tersebut dengan bantuan Jin!”, kata
penasehat. “Ya, benar juga usulmu, siapkan peralatan yang kubutuhkan!”
Setelah
perlengkapan di siapkan. Bandung Bondowoso berdiri di depan altar
batu. Kedua lengannya dibentangkan lebar-lebar. “Pasukan jin, Bantulah
aku!” teriaknya dengan suara menggelegar. Tak lama kemudian, langit
menjadi gelap. Angin menderu-deru. Sesaat kemudian, pasukan jin sudah
mengerumuni Bandung Bondowoso. “Apa yang harus kami lakukan Tuan ?”,
tanya pemimpin jin. “Bantu aku membangun seribu candi,” pinta Bandung
Bondowoso. Para jin segera bergerak ke sana kemari, melaksanakan tugas
masing-masing. Dalam waktu singkat bangunan candi sudah tersusun hampir
mencapai seribu buah.
Sementara
itu, diam-diam Loro Jonggrang mengamati dari kejauhan. Ia cemas,
mengetahui Bondowoso dibantu oleh pasukan jin. “Wah, bagaimana ini?”,
ujar Loro Jonggrang dalam hati. Ia mencari akal. Para dayang kerajaan
disuruhnya berkumpul dan ditugaskan mengumpulkan jerami. “Cepat bakar
semua jerami itu!” perintah Loro Jonggrang. Sebagian dayang lainnya
disuruhnya menumbuk lesung. Dung… dung…dung! Semburat warna merah
memancar ke langit dengan diiringi suara hiruk pikuk, sehingga mirip
seperti fajar yang menyingsing.
Pasukan
jin mengira fajar sudah menyingsing. “Wah, matahari akan terbit!” seru
jin. “Kita harus segera pergi sebelum tubuh kita dihanguskan
matahari,” sambung jin yang lain. Para jin tersebut berhamburan pergi
meninggalkan tempat itu. Bandung Bondowoso sempat heran melihat
kepanikan pasukan jin.
Paginya,
Bandung Bondowoso mengajak Loro Jonggrang ke tempat candi. “Candi yang
kau minta sudah berdiri!”. Loro Jonggrang segera menghitung jumlah
candi itu. Ternyata jumlahnya hanya 999 buah!. “Jumlahnya kurang satu!”
seru Loro Jonggrang. “Berarti tuan telah gagal memenuhi syarat yang
saya ajukan”. Bandung Bondowoso terkejut mengetahui kekurangan itu. Ia
menjadi sangat murka. “Tidak mungkin…”, kata Bondowoso sambil menatap
tajam pada Loro Jonggrang. “Kalau begitu kau saja yang melengkapinya!”
katanya sambil mengarahkan jarinya pada Loro Jonggrang. Ajaib! Loro
Jonggrang langsung berubah menjadi patung batu. Sampai saat ini
candi-candi tersebut masih ada dan disebut Candi Loro Jonggrang. Karena terletak di wilayah Prambanan, Jawa Tengah, Candi Loro Jonggrang dikenal sebagai Candi Prambanan
Sumber: e-smartschool.com