Share

Tampilkan postingan dengan label Sejarah. Tampilkan semua postingan


Di kawasan dataran tinggi Kaliurang, tepatnya di lereng Gunung Merapi, terdapat kompleks wisata alam bernama Nirmolo Kaliurang. Di dalam kompleks ini, terdapat situs goa peninggalan masa penjajahan Jepang. 

Goa peninggalan Jepang ini terlihat sangat eksotis. Letaknya yang berada di pegunungan membuat udara di tempat ini terasa sangat sejuk. Apalagi, pengunjung dapat melihat kawanan monyet di habitat alaminya. 

Untuk sampai ke Goa Jepang dari pintu masuk Nirmolo Kaliurang, pengunjung harus menempuh perjalanan menanjak selama 45 menit. Jalur yang dilalui tidak terlalu terjal tapi berliku. Bagi yang tidak suka dengan wisata petualangan, mungkin akan menyerah sebelum sempat sampai ke lokasi Goa Jepang. Tapi bagi yang mampu bertahan, dari pertigaan jalur antara Plawangan dan Goa Jepang, pengunjung dapat menyaksikan keindahan Gunung Merapi dari dekat. 

Menurut pengelola kompleks wisata alam Nirmolo Kaliurang, Goa Jepang yang berada di Kaliurang dahulu difungsikan oleh tentara Jepang sebagai tempat tinggal dan berlindung dari tentara sekutu. Berbeda dengan karakter Goa Jepang yang ada di beberapa kota lain di Indonesia, seperti di Bandung, Papua, Bali, NTT, dan Jawa Timur, Goa Jepang yang berada di Kaliurang berjumlah 25 unit. Goa-goa tersebut saling berhubungan satu sama lain, masih orisinal, dan tanpa penerangan. 

Walau tanpa penerangan, pengunjung tidak perlu khawatir ketika memasuki goa ini. Di depan pintu masuk goa pertama, terdapat pemandu yang siap menemani dan menjelaskan berbagai hal tentang goa ini. Dengan biaya yang relatif terjangkau, pengunjung dapat menyewa fasilitas penerangan sekaligus ditemani seorang pemandu. 
 
Selain Goa Jepang, di kompleks wisata alam Nirmolo Kaliurang yang berada di bawah pengelolaan Taman Nasional Gunung Merapi juga terdapat beberapa situs wisata lain – seperti curug dan Plawangan. 

Pengunjung akan mendapatkan dua manfaat sekaligus jika berkunjung ke kompleks wisata ini. Selain dapat menikmati wisata alam, pengunjung juga diperkaya dengan pengetahuan sejarah penjajahan Jepang di Indonesia.
Goa Jepang Di Kaliurang Full View


Di Jawa kami harus menghasut penduduk untuk membantai orang orang Komunis. Di Bali kami harus menahan mereka, untuk memastikan bahwa mereka tidak bertindak terlalu jauh – Sarwo Edhie , Komandan RPKAD.
Ucapan mertua Presiden SBY, itu dalam sebuah konperensi pers awal tahun 1966 antara telah dilaporkan dalam beberapa bentuk. Ini menjelaskan, salah satu sejarah paling kelam dalam bangsa ini, yang tak pernah ditulis dalam buku buku sejarah anak anak kita di sekolah.
Pembantaian mereka yang dianggap komunis paska pemberontakan G 30 S PKI yang gagal.
Kita mestinya sepakat bahwa pengungkapan itu bukan untuk menorah luka lama. Tetapi untuk sebagai bahan pelajaran sehingga tak terulang.
Laporan The Econimist London, berdasarkan informasi ilmuwan ilmuwan Indonesia, mengemukakan bahwa 100.000 orang tewas hanya dalam hitungan bulan Desember 1965 hingga Februari 1966.
Menurut Komisi Pencari Fakta yang dibentuk setelah peristiwa berdarah itu, jumlah korban hanya 78.000 orang. Tapi, Oei Tjoe Tat – menteri negara jaman Bung Karno – yang menjadi ketua tim, justru meragukan penemuan itu. Dalam perjalanannya melakukan penyelidikan ia justru dihambat oleh aparat militer setempat. Ia menyebutkan angka itu terlalu dikecilkan. Dengan menyindir ia menyebut bukan 78.000 tapi 780.000.

Dalam memoarnya, Oei Tjoa Tat menceritakan perjalanannya ke Bali, justru tidak bisa mendapatkan akses kemana mana, karena dikarantina di hotel, akhirnya dia bisa diselundupkan suatu malam, dengan melewati dapur untk bertemu sumber sumber penyelidikan.
Dari situ ia bisa mengetahui pembunuhan yang terjadi terhadap I Gede Puger, Ketua PKI Bali yang bertubuh gemuk. Tubuhnya dipotong potong, sehingga daging lemaknya terburai sebelum akhirnya kepala di tembak. Tidak hanya dia yang dibunuh, juga seluruh anak istrinya.
Bahkan Gubernur Bali, Anak Agung Bagus Suteja yang berafiliasi pada PKI, hilang tanpa bekas.
Suatu saat setelah laporan Komisi Pencari Fakta selesai. Oei Tjoe Tat dipanggil Bung Karno secara sembunyi bunyi.
“ Sst..sini sebentar,. berapa angka yang sesungguhnya..” tanya Bung Karno.
“ Lho khan ada releasenya Pak, sekitar 78.000 “.
“ Sudahlah saya tidak percaya “ sergah Bung Karno
Oei Tjoe Tat lalu melihat sekelilingnya karena takut ada yang mendengar. Lalu ia membisiki Bung Karno,
“ Ya..dikalikan 5 kali lipat saja pak dari angka itu “.
Kelak Oei Tjoe Tat ditahan rezim orde baru karena dianggap sebagai orang Soekarno.
Anehnya Komkaptib, lembaga bentukan Orde baru yang sangat berkuasa dan dapat menentukan hidup matinya seseorang. Dalam laporannya, menyebutkan angka hampir sebesar 1 juta orang, dengan perincian 800,000 korban di Jawa dan 100.000 korban di Bali dan Sumatera.
Besarnya angka itu juga menunjukan adanya praktek genosida ( genocide ) yakni menghilangkan kelompok tertentu.
Jika Pol Pot melakukannya pembantaian untuk menghilangkan kelas borjuis dan intelektual dalam beberapa tahun. Di Indonesia mereka melakukan pembantaian dalam hitungan bulan.
Ada beberapa cara penghitungan selain sumber sumber resmi di atas, seperti menghitung jenasah yang menjadi korban pembantaian – termasuk membongkar kuburan kuburan – walau agak sulit, karena banyak kejadian dengan membuang korban di jurang, hutan, tempat tempat terpencil atau membuat kuburan gelap.
Ada cara lain, meminta kesaksian dari korban yang kebetulan selamat, orang yang menyaksikan atau pelakunya sendiri.
Maskun Iskandar & Jopie Lasut, pernah mempublikasikan “ Laporan dari daerah maut Purwodadi “ dalam Koran ‘ Indonesia Raya tanggal 17 Maret 1969. Mereka menemukan tentara pangkat rendah dan dijuluki James bond agen 007 oleh rekan rekan instansi militernya. Dijuluki demikian karena memiliki lisensi membunuh seperti agen rahasia Inggris itu, dan dalam suatu kendurian warga, ia berkoar koar telah membunuh ratusan orang komunis.
Cara lain adalah dengan teknik demografi, membandingkan jumlah penduduk suatu daerah sebelum dan sesudah kejadian. Walau cara ini kurang efektif.
Ada cara lain yakni dengan metode intuisi, yakni secara moderat tidak terlalu kecil dan tidak dibesar besarkan. Robert Gribb yang menulis ‘ The Indonesian Killings ‘ menyebut 500 ribu sebagai angka yang wajar.
Jumlah tersebut didukung teknik yang dibuat Iwan Gardono, dalam disertasinya ‘ The Destruction of the Indonesian Comunist Party ( a comparative analysis of Esat Java and Bali ) di Harvard University tahun 1992. Ia menjumlahkan semua angka pada 39 artikel / buku yang mengulas pembantaian 1965 / 1966 dan membagi dengan 39 sehingga diperoleh angka rata rata 430.590 orang.
Statistik itu tidak menunjukan perasaan sesungguhnya, tidak menggambarkan ketika orang dibunuh dengan dingin, diperkosa serta kengerian yang luar biasa terjadi. Selain itu sebuah tanda tanya kenapa aparat militer tidak mencegah kejadian itu, justru membiarkan pembantaian itu terjadi.
Ucapan komandan RPKAD diatas menjelaskan bagaimana keterlibatan militer secara tidak langsung dalam pembantaian ini.
Terutama di Jawa, angkatan darat dengan kesatuan RPKAD menyebarkan daftar nama nama anggota PKI yang harus dibunuh, serta melatih organisasi pemuda sipil untuk bisa menguasai teknik dasar pertempuran – baca pembantaian.
Dalam pidatonya di Bogor tgl 18 Desember 1965, di hadapan mahasiswa HMI. Bung Karno meminta agar HMI ‘turba’ – turun ke bawah untuk mencegah pembunuhan massal di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pembantaian sangat keji. Orang disembelih, dipotong dan dibunuh begitu saja.
Bahkan orang tidak berani menguburkan jenasah korban.
Lebih jauh Bung Karno menggambarkan , “ Awas kalau berani ngrumat jenasah. Engkau akan dibunuh. Jenasah diklelerkan begitu saja, dibawah pohon, dipinggir sungai. Dilempar bagai bangkai anjing yang sudah mati “.
Bahkan dalam iring iringan mobil Bung Karno di Jawa Timur. Salah satu mobil diberhentikan, dan penumpangnya diberi bungkusan berisi kepala pemuda rakyat.
Pembunuhan orang orang Komunis ini terjadi di Aceh, Sumatera Utara, Lampung, Sebagian Sulawesi, Pulau Jawa, Bali, Kalimantan Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Di Jawa kerusuhan anti komunis menyebar di seluruh penjuru pulau, dengan konsentrasi di pedesaan. Di Surabaya, muslim Madura adalah kelompok terbesar yang melakukan pembantaian, sementara di daerah lain unit unit militer, kelompok warga sipil yang sebagian besar anggotanya adalah para pemuda yang bergabung dengan partai politik antikomunis.
Disini Ansor yang berafiliasi dengan NU memainkan peranan penting dalam pembantaian ini. Gus Dur dalam masa jabatan kepresidennnya pernah menyuarakan rekonsiliasi serta permintaan maaf atas pembunuhan yang dilakukan orang orang Ansor dan banser NU.
Di Jawa tengah dan Jawa Timur sebagai ladang pembantaian utama mulai dari wilayah Banyumas, Solo, Klaten, Boyolali, Purwodadi sampai Pati. Sementara di timur, mulai dari Kediri, Ponorogo dan yang paling parah daerah Probolinggo, Pasuruan, Situbondo sampai Banyuwangi.
Bahkan Ansor sampai harus menyebrangi selat Bali, membantu membantai orang orang komunis di daerah bali barat.
Awalnya memang orang orang Komunis sempat diatas angin, dengan menangkapi tokoh tokoh agama atau tokoh masyarakat yang berafiliasi dengan PNI. Beberapa pertempuran terjadi antara komunis dengan Ansor, kaum nasionalis dan pemuda Kristen.
Namun sejak RPKAD mengirim satu batalyon menuju Jawa Tengah pada tgl 17 Oktober 1965. Keadaaan berubah drastis. Pihak komunis menjadi terdesak, dan dibantai sampai keluarganya atau kerabatnya.
Banyak pembunuhan terjadi karena amuk massa atau fitnah dari orang orang yang tidak suka kepada mereka yang dicurigai simpatisan. Padahal bukan komunis.
Di daerah Klaten, pemuda nasionalis membentuk satuan khusus yang dinamakan ‘ Pasukan Banteng Serba Guna “ bekerja sama dengan pemuda pemuda Islam dan pemuda Kristen yang membentuk “ Barisan Pengawal Yesus “. Mereka mendapat latihan militer dari satuan RPKAD yang berbasis di Kandang Menjangan dan Kartasura.
Beberapa laporan tentang pembunuhan di daerah Jawa Timur :
1. Lawang, Kabupaten Malang. Para anggota dan simpatisan PKI yang akan dibunuh dikat tangannya. Lalu segerombolan pemuda Ansor bersama satu unit tentara Zeni Tempur membawa ke tempat pembantaian. Para korban satu persatu digiring ke lubang. Mereka dipukuli dengan benda keras sampai tewas. Lalu kepala mereka di penggal. Ribuan orang dibunuh dengan cara ini. Lalu pohon pohon pisang ditanam diatas kuburan mereka.
2. Singosari , Malang. Oerip Kalsum, seorang lurah wanita desa Dengkol, Singosari dibunuh dengan cara tubuh dan kemaluannya dibakar, lalu lehernya diikat sampai tewas.
3. Tumpang, Kabupaten Malang. Sekitar ribuan orang dibunuh oleh tentara dari Artileri Medan ( Armed I ) bekerja sama dengan Ansor. Mayat korban dikuburkan didesa Kunci.
4. Kabupaten Jember. Pembantaian dilakukan oleh Armed III. Tempat pembantaian perkebunan karet Wonowiri dan Glantangan serta kebun kelapa Ngalangan. Sementara di Desa Pontang pembantaian dilakukan oleh kepala Desa dan pensiunan tentara.
5. Nglegok. Kabupaten Blitar. Japik seorang tokoh Gerwani cabang setempat dan seorang guru, dibunuh bersama suaminya. Ia diperkosa berkali kali sebelum tubuhnya dibelah mulai dari payudara dan kemaluannya. Nursamsu seorang guru juga dibunuh, dan potongan tubuhnya digantung di rumah kawan kawannya. Sucipto seorang bekas lurah Nglegok dikebiri lalu dibunuh. Semuanya dilakukan oleh pemuda Ansor.
6. Garum, Kabupaten Blitar. Ny Djajus seorang lurah desa Tawangsari dan seorang anggota Gerwani. Hamil pada saat dibunuh. Tubuhnya dibelah sebelum dibunuh.
7. Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri. Beberapa guru, kepala desa ditangkap oleh pemuda Ansor, lalu disembelih dan mayatnya dibuang ke sungai. Beberapa kepala guru dipenggal dan ditaruh diatas bamboo untuk diarak keliling desa.
8. Kecamatan Pare, Kediri. Suranto, seorang kepala sekolah menengah di Pare. Ia bukan anggota PKI, tetapi anggota Partindo. Ia bersama istrinya yang sedang hamil 9 bulan di tangkap pemuda Ansor. Mereka dibunuh, perut istrinya dibelah dan janinnya dicincang. Selama seminggu setelah kejadian itu, kelima anak anak Suranto yang masih kecil kecil tidak punya siapa siapa yang akan menolong mereka, karena para pemuda Ansor memperingatkan tetangga, bahwa barang siapa menolong anak anak iti tidak dijamin keselamatannya.
9. Kecamatan Keras, Kabuaten Kediri. Tahanan dibawa naik rakit oleh pemuda Ansor, dan disepanjang perjalanan mereka dipukui sampai mati, lalu mayatnya dibuang di bantaran sungai.
10. Kabupaten Banyuwangi. Pembantaian dilakukan mulai tgl 20 November 1965 sampai 25 Desember 1965. Kemudian terjadi lagi 1 Oktober sampai 5 Oktober 1966 serta pembantaian terakhir sejak Mei 1967 sampai Oktober 1968. Pembantaian dilakukan oleh regu regu tembaj dari Kodim 08325, pemuda Ansor dan Pemuda Demokrat. Mayat mayat dikubur dilubang lubang yang sudah disiapkan. Umumnya satu lubang memuat 20 25 orang.
Dengan menggunakan truk pinjaman dari pabrik kertas di Banyuwangi ratusan korban disiram minyak tanah dan dibakar lalu dilempar ke jurang di Curahtangis, antara jalan Banyuwangi dan Situbondo. Dalam banyak kasus, perempuan perrempuan dibunuh dengan cara ditusuk dengan pedang panjang melalui vagina sehingga perut mereka terbelah. Kepala dan payudara mereka dipotong potong lalu dipamerkan di pos pos jaga yang ada di sepanjang perjalanan.
Selain Curahtangis diatas, ada tempat seperti Merawan, Curahjati – sebuah hutan jati, Desa bulusan dan Ketapang di daerah pantai yang menjadi tempat pembantaian massal. Bahkan di daerah Tampuh, sebuah desa perkebunan terpencil, sejumlah anggota PKI ditembak yang dipimpin oleh komandan kodim setempat.
Sulit mengatakan jika militer dan petinggi organisasi massa tidak terlibat, jika contoh kasus pembantaian di Banyuwangi justru dipimpin oleh Kolonel Sumadi (Komandan Korem 083), Letkol Djoko Supaat Slamet (Komandan Kodim 18325) , Dja’far Maruf( Ketua PNI cab. Banyuwangi ) Kiai Haji Abdul Latief ( Ketua NU cab. Banyuwangi )
Ketika Tim pencarifakta yang dipimpin Oei Tjoe Tat turun disini pada tanggal 25 Desember 1965. Jumlah korban sedah mencapai 25.000 orang.
Banyak orang yang tidak tahu apa apa harus ikut membayar nyawanya karena amuk massa. Kerabat, tetangga, bayi bayi yang tak berdosa.
Bagaimana kita menjelaskan fenomena ribuan orang orang Bali yang pasrah, lalu berpakaian putih putih berjalan menuju tempat penjagalan, serta berdiam diri menunggu datangnya algojo.
Bagaimana kita menjelaskan puluhan ribu guru yang hilang dari sekolah sekolah dalam periode tersebut. Mereka tak tahu apa apa tentang politik, sehingga bergabung dengan gerakan sempalan PGRI non vaksentral, yang memberi semboyan jika Guru lapar mereka tak bisa mengajar. Sejumlah data menyebut angka 30.000 rib sampai 92,000 ribu guru dibunuh.
Dari 120 orang yang dibunuh di Desa Margosari Klaten, terdapat sejumlah 80 orang guru sekolah.
Juga para seniman yang memiliki minat khusus terhadao wayang, atau reog sehingga diasosiasikan terhadap Lekra.
Dengan belajar memahami sejarah, kita mengenal bangsa sendiri. Sejarah adalah cermin. Sehingga kita bisa bercermin tentang siapa diri kita sebenarnya. Tentu saja berharap kita bukan bangsa pendendam.
Sumber :
*Robert Cribb, The Indonesian Killings
*Memoar Oei Tjoa Tat
*Hermawan Sulistyo, Forgotten Years, Indonesia’s missing history of mass slaughter ( Jombang – Kediri 1965 -1966 )

Sejarah Goa Jomblang Full View

filosofi gamelan
Gamelan berasal dari kata gamel yang artinya melakukan, gamelan pertama di buat pada tahun 167, dan terbuat dari bambu dan gamelan itu orkestranya orang jawa. Gamelan itu banyak mengandung filosofi contohnya: Bunyinya: nang ning nung neng nong. Nang (menang), ning (wening, berfikir) nung (ndhunung, berdo’a ), neng (meneng, diam), nong (Tuhan). Namanya: G (gusti), A (alloh), M (maringi), E (emut-ingat), L (lakonono), A (ajaran), N (nabi). 

TATA CARA MEMAINKAN GAMELAN : 
1.Dalam memainkan gamelan kita harus mempelajari unsur-unsur yang menunjang, seperti aturan main, tata susila, rasa kebersamaan dan kepekaan emosional.
2.Dilakukan dengan sikap yang baik dan duduk bersila. 
3.Masuk areal gamelan tidak boleh melangkai alat gamelan.

MACAM-MACAM INSTRUMENT GAMELAN: 
1. Bonang barung dan bonang penerus:
Ricikan yang berbentuk pencon yang diletakkan diatas rancakan dengan susunan 2 deret yaitu bagian atas disebut brunjung dan bagian bawah disebut dhempok. Terdiri dari 2 rancak. 1 rancak untuk laras slendro yang berisi 10/ 12 pencon, dan laras pelok berisi 14 pencon.
2. Wilahan (terdiri dari): 
• Saron 1 dan 2
• Demung 
• Slentem
• Peking
Wilahan berbentuk pipih terletak diatas rancakan yang terbuat dari kayu, ada 2 rancak, 1 rancak untuk laras slendro, dan 1 rancak untuk laras pelog
3. Kempul 
Kempul menandai aksen-aksen penting dalam kalimat lagu/ gending untuk menegaskan ketukan
4. Gong ( Gong gede dan gong suwukan )
Gong menandai permulaan dan akhiran gending dan memberikan rasa keseimbangan setelah berlalunya kalimat lagu.
5. Gambang 
Gambang ada3 rancak dengan bilah yang di buat dari kayu, 1 reancak untuk slendro, 2 rancak untuk pelok, masing-masing rancak terdiri dari 21 bilah mulai dari nada 5 sampai dengan nada 5.
6. Gender ( Gender barung dan gender penerus )
Bentuk bilah menggunakan tabung atau bumbungan yang di buat dari bamboo. 
Sebagai resonator. Gender barung berisi 14 bilah, gender penerus 14 bilah.
7. Kethok kenong 
Dalam memberi batasan sturktur suatu gending, kenong adalah instrument kedua yang peling penting setelah gongdan menuntun alur l
8. Celempung 
Celempung instrument kawat petik. Kawatnya terdiri dari 13 pasang ditegakkan antara paku atas dan bawah, ada 3 buah satu untuk laras slendro dan 2 untuk laras pelok
9. Kemanak
Bentuknya seperti buah pisang, untuk mengiringi tari buidaya dan srimpi
10. Khendang
Kendhang dimainkan dengan jari dan telapak tangan, Kendhang yang menentukan irama dan tempo, (menjaga keajekan tempo, menuntun peralihan cepat atau lambat, menghentikan irama gamelan). Macam kendhang. ( ada kendang gede, kendang wayangan, kendshang ciblon, dan ketipung).
11. Rebab 
Rebab berbentuk biola. Nabuhnya dengan cara digesek
12. suling
(Terbuat dari Bambu yang di lubangi ) 
13. sitter 
Sliter instrument kawat petik yang terdiri dari 13 pasang, (alat ini lebih kecil dari celempung) 

CARA MEMBUNYIKAN GAMELAN: 
1. Dikebuk
Contoh: Bedhuk, Kendang
2. Dipukul 
Contoh : Gender, gambang, kemanak, kecer, saron, bonang, kenong, kempul, gong.
3. Digesek : 
Contoh : Rebab
4. Dipetik 
Contoh : Celempung dan sitter
5. Ditiup
Contoh : Suling.

PERAN RICIKAN / INSTRUMENT GAMELAN:
Masing-masing instrument mempunyai perbedaan bantuk, peran dan fungsi. Untuk menyatukan hal tersebut, ada pembagian tugas dari masing-masing instrument, yaitu : 
• Pamurba wirama
Bertugas untuk menguasai irama dalam sajian, menentukan tempo dan volume serta menghentikan gendhing. Instrument kendhang.
• Pamurba lagu :
Bertugas penetu dan penuntun lagu, menunjukan nafas, jiwa, dan karakter gendhing yang disajikan. Instrument Rebab, gender, bonang.
• Pamangku wirama
Bertugas menjaga irama, mempertegas tempo yang telah adea. Instrument Kethuk,kenong,kempyang,kempul dan gong
• Pamangku lagu
Bertugas memjalankan lagu yang sudah ada, serta mempertegas melodi. Instrument Gender,Saron, demung dan peking.
• Pangrengga lagu
Bertugas mengisi lagu. Instrument Gender penerus, suling, celempung dan sitter.



Nang,Ning,Nung Filosofi Gamelan Full View

Dimasa lalu, setiap pria Jawa terutama bangsawan dan priyayi, pada saat menjalankan tugasnya sehari-hari, selalu mengenakan busana tradisional lengkap dengan sebilah keris dipinggangnya. Setiap priyayi paling tidak memiliki dua buah, satu untuk dipakai harian, sedangkan yang lain untuk upacara resmi dan upacara di karaton. Tentu saja, keris yang kedua mempunyai kualitas dan penampilan yang lebih bagus.

Dizaman kuno, keris dipergunakan sebagai senjata untuk berperang ataupun untuk bertarung satu lawan satu. Pada saat ini, fungsi keris adalah untuk pelengkap busana tradisional. Namun demikian, keris tetap dihargai, diperlakukan dengan baik. Orang tradisional menghargai keris sebagai pusaka yang berharga dan barang seni yang bernilai tinggi. Keris dinilai berkualitas tinggi, kalau mempunyai penampilan fisik yang anggun dan punya daya spiritual yang bagus.


Orang Yang Sempurna
Menurut penilaian tradisional Jawa, seseorang telah dianggap sempurna kalau dia telah mempunyai lima hal, yaitu:
Wismo, Wanito, Kukilo, Turonggo dan Curigo/Keris. Penjelasan singkatnya sebagai berikut :
Wismo artinya rumah. Orang yang telah mempunyai rumah tentunya penghasilannya cukup dan hidupnya mapan.
Wanito. Orang yang telah kawin dan punya istri ( demikian pula tentunya seorang wanita yang telah menikah), artinya
telah memilih jalan hidup yang benar dan bertanggung jawab.
Kukilo artinya burung. Penjelasan filosofisnya adalah : nyanyian burung itu merdu bagai music atau alunan gamelan. Mendengar suara lembut, orang merasa tenang, enak, bahagia. Alangkah indahnya, bila seorang ayah,kepala keluarga berbicara dengan suara lembut ,itu tentu sangat menenangkan dan menyenangkan seluruh keluarga.
Turonggo artinya kuda. Kuda adalah alat trransportasi yang praktis dimasa lalu. Dia bisa dipakai menarik andong ataupun bisa ditunganggi untuk bepergian. Dalam hal ini, orang hendaknya memiliki kendaraan kehidupan ( mempunyai jalan hidup) yang bisa dengan baik dikendalikan supaya hidupnya mapan.
Curigo atau Keris. Kris itu tajam ujungnya. Ini melambangkan ketajaman pikir. Adalah sangat penting orang punya pikiran yang tajam dengan wawasan yang luas. Itu adalah urutan dimasa dulu. Kini, ada yang menyatakan bahwa urutan pertamanya adalah keris dengan alasan : otak yang cemerlang, intelligentsia adalah paling penting.
Secara umum, sebuah keris mempunyai dua bagian penting, yaitu warongko/sarung dan wilah atau bilah keris.

Warongko adalah pakaian untuk melindungi bilah. Sejak dulu ada dua macam bentuk warongko, yaitu Branggah atau Ladrang dan Gayaman.

Branggah dikenakan pada waktu upacara resmi dan kebesaran, sedangkan Gayaman untuk dipakai harian.
Selain itu ada dua macam gaya warongko yaitu Gaya Ngayogyokarto dan Surokarto.

Sebuah keris dari kualitas tinggi, punya penampilan yang bagus. Bagian luar keris terdiri dari (dari atas kebawah): Ukiran/pegangan; Mendhak/cincin; Warongko/sarung dari kayu yang langsung membungkus bilah keris dan Pendhok/ sarung atau pembungkus warongko yang terbuat dari bahan metal yang diukir. Supaya “pakaian luar” dari bilah keris bagus dan menarik, diperlukan bantuan seniman yang mumpuni dan ahli dalam bidangnya. 

Sebuah keris yang bagus, klasik, hanya bisa dibuat oleh seorang Empu Keris, yang memang ahli dan berpengalaman dalam bidang pembuatan keris.

Keris yang bagus juga memerlukan materi yang bagus ,berupa : besi, nikel dan baja yang bermutu. Kadang-kadang batu meteor yang mengandung titanium juga dipergunakan untuk menciptakan pamor yang indah yang muncul dibilah keris.

Seni Tempa

Bilah keris dibuat  dengan cara ditempa ditungku milik empu, dengan suara yang bertalu-talu memukuli campuran besi, nikel dan baja dengan percikan-percikan api merah menyala tersebar diruangan tempa.

Di Besalen, tempat penempaan keris, diruang perapian telah disiapkan bahan-bahan baku untuk keris berupa 5 kg lempengan besi yang berukuran kira-kira lebar 4 cm, tebal 2 cm, panjang 15 cm; 50 gram nikel dan 0,5 kg baja. Tiga komponen itu dicampur dengan jalan ditempa dan dibakar. Besi dipanaskan, ditempa berulang-ulang. Nikel diselipkan antara lempengan besi, dipanaskan membara sampai ukuran panjang tertentu, lalu dilipat dua dan ditempa. Proses ini dilaksanakan berulang-ulang sampai mencapai lipatan yang dikehendaki, tergantung kepada bentuk tampilan dari keris yang dikehendaki. Penempaan haruslah dilakukan dengan sangat hati-hati dan jeli supaya muncul pamor bagus yang diinginkan dibilah keris.

Sesudah itu, lempengan baja dengan besi dan nikel yang telah ditempa, dipanaskan lagi sampai membara dan ditempa lagi untuk menguatkan bilah keris. Bilah keris dibentuk sesuai kehendak, bisa dibuat Keris Lurus atau Keris Luk, dengan bengkokan. Jadi pembuatan keris sesuai dengan blueprintnya dengan menggunakan pelbagai alat pertukangan. Supaya bisa memunculkan pamor yang indah, selain nikel diperlukan batu meteor sebagai tambahan. Pencampuran metal berlapis-lapis dan penempaan adalah teknik yang diterapkan untuk menghasilkan bilah keris yang kecil, kuat, tipis.

Pada tahap finishing, bilah keris di-sepuhi, yaitu dipanaskan tetapi tidak sampai membara kemudian disepuh supaya kuat, awet dan bagus . Keris dicelupkan kedalam ember yang berisi air kelapa atau cairan campuran dari sulfur, jus jeruk dan garam. Keris sudah siap dan beratnya kira-kira 0,4 kg saja!

Pada saat ini untuk membuat sebuah keris yang bagus dan berkualitas klasik, diperlukan : 100 kg arang jati,  dan dikerjakan selama 40 hari atau bahkan lebih untuk jenis keris yang lebih rumit. Sang Empu biasanya dibantu oleh dua orang pembantu untuk penempaan.


Peran Empu Keris

Dizaman kuno , masyarakat tradisional sangat menghormati empu keris. Setiap kerajaan tentu punya empu-empu keris andalannya. Para empu membuat keris atas pesanan dari raja, pangeran dan petinggi istana. Tentu saja ada empu yang menerima pesanan dari priyayi kecil, prajurit, guru, seniman, petani, pedagang dan berbagai orang yang bekerja dibermacam bidang.

Pada masa lalu, setiap orang hanya menyimpan keris yang khusus dibuat untuknya oleh seorang empu keris. Itu prinsip utamanya.

Kedua, pejabat istana mengenakan keris jabatan yang dipinjamkan oleh raja . Pejabat-pejabat yang mendapatkan pinjaman “Keris Jabatan” biasanya adalah Patih, Menteri, Hulubalang, Adipati, Bupati dlsb. Mereka boleh menyimpan keris –keris tersebut selama masih menjabat.

Ketiga, seseorang yang menerima hadiah keris dari raja atau atasannya.

Keempat, anak yang menerima keris dari ayahnya. Dulu ada kebiasaan, seorang ayah memberikan keris kepada putra-putranya telah dewasa. Juga menantu laki-laki yang menerima keris dari mertuanya. Dia boleh menyimpan keris tersebut selama dia masih menjadi menantu, tetapi kalau dia cerai dengan istrinya, kerisnya harus dikembalikan.

Secara prinsip, untuk masyarakat tradisional, keris merupakan milik pribadi, karena keris dibuat untuk pemiliknya dengan bantuan seorang Empu Keris dan keris tersebut  mengandung harapan pemilik supaya  mempunyai  kehidupan yang berhasil lahir batin.

Kehendak pribadi yang merasuk kedalam keris tersebut akan berlaku selamanya dan itu merupakan enerji yang kuat untuk selalu menjaga dan membantu pemiliknya demi mencapai cita-citanya.

Oleh karena itu, dimasa kuno tidak ada perdagangan keris, karena setiap keris hanya melayani tuannya,pemiliknya. Dalam perkembangan ada jual beli keris. Ketika membeli keris, selain bentuk dan pamor yang diperhatikan, yang paling penting untuk dideteksi adalah enerji spiritual atau tuah keris yang merupakan tugas utama yang asli dari keris itu. Anda harus memilih keris yang “kehendak spiritualnya” sesuai dengan kehendak anda. Supaya anda dan keris tersebut mempunyai hubungan yang harmonis. Anda menyenangi keris tersebut, memperlakukannya dengan patut, sehingga keris juga merasa aman dan tenang ditangan anda dan , mestinya si keris akan melayani tuan barunya dengan sepenuh hati.

Keris atau “isi” keris bisa diajak berdialog, disebut “nayuh” dalam bahasa Jawa.Seandainya, anda belum bisa menayuh keris, jangan ragu untuk meminta bantuan seorang ahli menayuh keris.

Ada istilah halus yang dipakai dalam perdagangan keris, bila anda mau membeli keris, anda tidak menanya: “Berapa harga keris ini?” Tetapi anda harus mengatakan : “Berapa” Mas Kawin” keris ini?”, seolah anda melamar untuk memiliki keris itu.

Setiap kali seorang empu membuat keris, sesuai dengan tata cara baku, dia harus terlebih dahulu mempersiapkan diri secara batin. Dia harus membersihkan jiwa raganya, lahir batin dengan cara berpuasa, mengurangi tidur dan tidur sebentar sesudah tengah malam, berhari-hari melakukan meditasi. Dia dengan khusuk memohon kepada Gusti, Tuhan untuk membuat keris yang bagus dan cocok untuk pemesannya.

Sang Empu juga memohon supaya selama proses pembuatan segalanya berjalan lancar, aman; dia, para pembantunya dan si pemesan supaya selamat dan supaya dia diberi berkah untuk berhasil membuat keris sesuai dengan permintaan pelanggannya. Dia juga akan memohon restu dari gurunya atau almarhum gurunya dalam meditasinya.

Sesudah yakin bahwa dia telah mendapatkan berkah Ilahi, dia juga akan meminta supaya si pemesan juga melakukan tirakatan dengan membersihkan jiwa raganya lahir batin dan berdoa kepada Gusti, Tuhan supaya diperkenankan untuk mempunyai keris baru yang bagus dan cocok. Bila perlu dia juga harus berpuasa untuk beberapa hari. Yang paling penting, selama proses pembuatan keris, dia harus mempunyai pikiran dan hati yang bersih. Empu akan mencatat nama lengkapnya, pekerjaannya, hari, tanggal, bulan dan tahun kelahirannya, bentuk /dapur keris dan pamor keris yang diminta dan tentu saja harapan akan mission kerisnya.

Data tersebut akan dipergunakan oleh Empu untuk mulai pembuatan keris, supaya bisa dibuat keris yang berkualitas. Seperti dalam adat, sesaji tradisional diadakan dan ditaruh dalam besalen dengan tujuan positif untuk mendapatkan berkah dan perlindungan Gusti, Tuhan selama berlangsungnya proses pembuatan keris.

Keris apa yang akan dibuat dan apa misi dari keris tersebut, itu tentu disesuaikan dari pekerjaan si pemesan. Semua orang tentu mempunyai kemauan yang baik, tetapi setiap profesi tentu mempunyai ke-khasan masing-masing.Misalnya ada berbagai profesi  seperti : raja, pejabat tinggi Negara, birokrat, prajurit, saudagar, petani, executive, diplomat, guru, satpam, dll. Sehingga, kiranya mudah dimengerti bahwa sebuah keris yang bagus untuk seorang pedagang, belum tentu cocok dipakai oleh pegawai negeri sipil.

Selain enerji spiritual asli yang diciptakan selama proses pembuatan keris, ada pula keris yang “diisi” oleh mahluk halus yang disebut qodam untuk membantu melindungi atau menolong pemilik keris.

Sifat Fisik Keris

Keris Lurus dan Keris Luk
Ada Keris Lurus dan Keris Luk. Ada berbagai macam Keris Luk seperti Keris Luk 3, artinya keris dengan belok 3, ada Keris Luk 5, Keris Luk 7, Keris Luk 9 dll.

Keris Lurus dan Keris Luk mempunyai arti simbolis.

Keris Lurus melambangkan kepercayaan diri dan mental yang kuat.
Keris Luk 3 melambangkan keberhasilan cita-cita.

Keris Luk 5 melambangkan : dicintai oleh banyak orang.

Keris Luk 7 melambangkan kewibawaan.

Keris Luk 9 melambangkan kewibawaan, kharisme dan kepempiminan.

Keris Luk 11 melambangkan kemampuan untuk mencapai pangkat tinggi.

Keris Luk 13 melambangkan : kehidupan stabil dan tenang.

Dapur Keris

Dapur atau bentuk khusus keris ditunjukkan oleh kombinasi dari bagian-bagian keris dan luk dari keris. Dapur-dapur keris diciptakan oleh raja-raja Jawa.

Di masa kuno, sudah ada 19 macam dapur keris seperti Sempana, Tilam Upih, Jalak Dhindhing, Kebo Lajer dll,  ciptaan para raja kuno dengan empu-empu terkenal, seperti :

Sri Maharaja Dewa Buddha dari Kerajaan Medhangkamulan di Gunung Gede, Jawa Barat ditahun Saka 142. Empu Ramayadi.

Sang Raja Balya dari Kerajaan Medhangsiwanda, Madiun, Jawa Timur ditahun Saka 238. Empu Sakadi.

Raja Berawa dari Kerajaan Medhangsiwanda, di sebelah utara Gunung Lawu, Grobogan, Jawa Tengah. Empu Sukasadi.

Raja Buddhawana dari Kerajaan Medhangsiwanda di tahun Saka 216. Empu Bramakedhali.

Prabu Buddha Kresna dari Kerajaan Medhangkamulan di tahun Saka 246. Empu Saptagati.

Prabu Sri Kala dan Watugunung dari Kerajaan Purwocarito di tahun Saka 412. Empu Sunggata dan Janggito.

Raja Basupati di Wiroto, Purwocarito di tahun Saka 422. Empu Dewayasa.

Raja Drestarata di Astinapura, Purwocarito, di tahun Saka 725. Empu Mayang.

Pada tahun Saka 748, terjadi perang Baratayuda versi Jawa. Perang hebat itu menghancurkan segalanya termasuk musnahnya semua senjata keris dan tombak dll. Memakan waktu satu abad untuk kerajaan-kerajaan baru memerintahkan para empu untuk membuat keris dengan dapur yang sudah ada dan bahkan ditambah lahirnya dapur-dapur baru.

Raja Gendrayana dari Mamenang, Jawa Timur. Di tahun Saka 827 mencipta dapur Pandawa, Karna Tinandhing dan Bima Kurda. Empu Yamadi.

Raja Citrasoma dari Pengging, Jawa tengah, di tahun Saka 941 mencipta dapur Rara Sadewa dan Megantara. Empu Gandawisesa.

Raja Banjarsekar dari Pejajaran, Jawa Barat. Ditahun Saka 1186 mencipta dapur Parungsari, Tilamsekar dan Tilamupih. Empu Andaya.

Raja Siyung Wanara dari Pejajaran, Jawa barat. Ditahun 1284 Saka mencipta dapur Jangkung dan Pandawa Cinarita. Empu : Marcukandha, Macan dan Kuwung.

Raja Brawijaya V, ratu terakhir Kerajaan Majapahit, Jawa Timur. Ditahun Saka 1380 mencipta dapur Nagasasra, Sabukinten, Anoman dll. Empu Dhomas.

Dimasa Raja Shah Alam Akbar ( Raden Patah), ratu pertama Demak, Jawa Tengah, beberapa wali dari Walisongo yaitu Sunan Bonang mencipta dapur Sengkelat. Empu Suro, ditahun Saka 1429. Sunan Kalijaga mencipta dapur Kidangsoka dan Balebang. Empu Jakasuro.

Sejak saat itu, tidak ada dapur baru yang diciptakan. Para empu penerus hanya melanjutkan pembuatan keris dengan dapur-dapur sebelumnya yang jumlah seluruhnya ada 120 dapur. Setiap dapur mempunyai arti simbolis yang berbeda.

Simbol Dapur Ternama Zaman Dahulu :
Sempana artinya mimpi, maksudnya terimalah pengetahuan atau ajaran itu secara bijak.

Tilam Upih adalah untuk mengingatkan : Sebaiknya anda memperlakukan orang lain seperti anda  memperlakukan istri anda, artinya dengan baik dan penuh perhatian. Demikian juga perlakuan anda terhadap keris anda, seyogyanya seperti perlakuan kepada istri .

Karno Tinanding . Ini mengingatkan supaya setiap saat orang itu terus belajar untuk menambah ilmu dan ketrampilannya. Didunia ini harus siap berlomba untuk menambah kepandaian. Itulah makna kehidupan, tidak ada yang kalah.

Sabuk Inten adalah permata sangat indah. Untuk menjadi orang yang mulia dan dihormati, anda harus punya budi pekerti luhur, tata krama dan tata susila.


Keris dan Filosofinya Full View

Andong merupakan salah satu alat transportasi tradisional di Yogyakarta dan sekitarnya, seperti Solo dan Klaten. Keberadaan andong sebagai salah satu warisan budaya Jawa memberikan ciri khas kebudayaan tersendiri yang kini masih terus dilestarikan.Andong memiliki sebutan lain, seperti dokar, delman, bendi atau sado. Bedanya, andong mempunyai empat roda.
Sejarah Andong dimulai dari berdirinya Kraton Yogyakarta Hadiningrat, dimana para Raja-raja Mataram atau Yogyakarta dulu mempergunakan alat Tranportasi ini sebagai Kendaraan. Andong merupakan kereta kuda beroda empat yang hanya boleh digunakan oleh para bangsawan, terutama raja dan para kerabatnya. Di awal abad 19 hingga awal abad 20, andong ini menjadi salah satu penanda status sosial para priyayi keraton, yang dimulai ketika Mataram dipimpin oleh Sultan HB VII. Ketika itu rakyat jelata tidak diperbolehkan menggunakan andong. Rakyat hanya boleh menggunakan gerobak sapi atau dokar (kereta kuda beroda dua). Tetapi ketika masa Sultan HB VIII, andong mulai digunakan oleh masyarakat umum, meskipun masih terbatas pada para pedagang saja. 
Karena bentuknya yang sangat Unik dan mempunyai nilai arsitektur yang tinggi serta terlihat wibawa, maka rakyat Mataram atau Yogyakarta pada Zaman dulu menciptakan Andong sebagai alat transportasinya. Kalau untuk kalangan Raja-raja di Yogyakarta atau Jogjakarta disebut dengan Kereta Kencana, sedangkan untuk Rakyat dengan sebutan Andong. 
Walaupun sudah banyak kendaraan bermotor yang lebih cepat dan murah, tetapi pengguna Andong di Yogyakarta ini masih cukup banyak. Andong-andong ini dapat ditemui dengan mudah di sepanjang jalan Malioboro, pasar Ngasem, serta di Kotagede.
Andong memiliki keistemewaan yang tidak dimiliki transportasi modern saat ini, selain ramah lingkungan, transportasi ini ditarik oleh Kuda.


Andong dan Sejarahnya Full View

ISTILAH sedekah bumi dan sedekah laut sudah Iama dikenal bangsa kita jauh sebelum kita mencapai kemerdekaan dengan mendirikan Negara Republik Indonesia. Kedua istilah itu merupakan perpaduan, sintesis, atau sinkretisme antara kepercayaan lama dengan kepercayaan baru.
Sebelum agama Islam masuk ke Tanah Air -waktu itu belum muncul nama Indonesia- sebagian penduduk berpegang pada kepercayaan lama, yang dalam istilah Ilmu Agama (Science of Religion ) disebut animisme, dinamisme, fetisisme, dan politeisme. Sebagian yang lain memeluk agama Hindu dan Buddha. Mereka mempercayai adanya kekuatan supernatural yang mengusai alam semesta, berupa dewa-dewa.
Di antaranya ada dewa yang mengusai lautan (Varuna), dan menguasai bumi (Pertiwi ). Sebagai ungkapan rasa syukur dan pemujaan kepada dewa-dewa tersebut, mereka mengadakan upacara-upacara (ritual ), dengan membaca mantra-mantra dan mempersembahkan sesaji. Tujuannya agar para dewa memelihara keselamatan penduduk, menjauhkan mereka dari mala-petaka, dan melimpahkan kesejahteraan, berupa meningkatnya jumlah ikan di laut dan hasil pertanian.
Kedatangan agama Islam ke Nusantara dibawa oleh para mubalig yang dalam menyiarkan agamanya menggunakan metode persuasif. Mereka tidak secara drastis mengadakan perubahan terhadap kepercayaan dan adat istiadat lama, melainkan sampai batas-batas tertentu, memberikan toleransi, membiarkannya tetap berlangsung dengan mengadakan modifikasi-modifikasi seperlunya.
Upacara-upacara yang dimaksudkan untuk memuja dewa laut dan dewa bumi dibiarkannya tetap berjalan, meski sebagian penduduk itu sudah memeluk agama Islam. Hanya saja, mantra-mantranya diganti dengan doa-doa secara Islam, dan nama upacara disesuaikan dengana ajaran Islam, yaitu dengan istilah sedekah laut dan sedekah bumi. Perubahan yang menyangkut aspek teologis dilakukan secara bertahap, sehingga tidak menimbulkan gejolak sosial. Ini merupakan salah satu metode dakwah mubalig pada masa awal kedatangan Islam di Tanah Air kita.


Pengertian Sedekah
Sedekah berasal dari bahasa Arab: shadaqah. Dalam pengertian khusus, kata itu mengandung arti pemberian seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang-orang muslim untuk memenuhi kepentingan seseorang atau umum dengan niat untuk memperoleh pahala dari Tuhan. Adapun shadaqah dalam pengertian luas, mencakup juga pemberian yang disebut zakat dan infaq.
Berikut beberapa daerah yang melaksanakan sedekah laut ini: Bantul,  Tegal,  Cilacap,  Cilacap SelatanMarunda,  Teluk Penyu, SemarangKendal, Demak,  Pemalang, Rembang,  Pantai Baron, Jogja,  Trenggalek,  Purwodadi, Juwana, TayuTuban, danLasem.


Sedekah Laut,,Upacara Sakral Sarat Makna Full View

WAYANG adalah salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Budaya wayang meliputi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan juga seni perlambang. Budaya wayang, yang terus berkembang dari zaman ke zaman, juga merupakan media penerangan, dakwah, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat, serta hiburan.
Menurut penelitian para ahli sejarah kebudayaan, budaya wayang merupakan budaya asli Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Keberadaan wayang sudah berabad-abad sebelum agama Hindu masuk ke Pulau Jawa. Walaupun cerita wayang yang populer di masyarakat masa kini merupakan adaptasi dari karya sastra India, yaitu Ramayana dan Mahabarata. Kedua induk cerita itu dalam pewayangan banyak mengalami pengubahan dan penambahan untuk menyesuaikannya dengan falsafah asli Indonesia.
Penyesuaian konsep filsafat ini juga menyangkut pada pandangan filosofis masyarakat Jawa terhadap kedudukan para dewa dalam pewayangan. Para dewa dalam pewayangan bukan lagi merupakan sesuatu yang bebas dari salah, melainkan seperti juga makhluk Tuhan lainnya, kadang-kadang bertindak keliru, dan bisa jadi khilaf. 
Hadirnya tokoh panakawan dalam_ pewayangan sengaja diciptakan para budayawan In­donesia (tepatnya budayawan Jawa) untuk mem­perkuat konsep filsafat bahwa di dunia ini tidak ada makhluk yang benar-benar baik, dan yang benar-benar jahat. Setiap makhluk selalu menyandang unsur kebaikan dan kejahatan.
Dalam disertasinya berjudul Bijdrage tot de Kennis van het Javaansche Tooneel (1897), ahli sejarah kebudayaan Belanda Dr. GA.J. Hazeau menunjukkan keyakinannya bahwa wayang merupakan pertunjukan asli Jawa. Pengertian wayang dalam disertasi Dr. Hazeau itu adalah walulang inukir (kulit yang diukir) dan dilihat bayangannya pada kelir. Dengan demikian, wayang yang dimaksud tentunya adalah Wayang Kulit seperti yang kita kenal sekarang.
ASAL USUL WAYANG KULIT
Ada dua pendapat mengenai asal – usul wayang. Pertama, pendapat bahwa wayang berasal dan lahir pertama kali di Pulau Jawa, tepatnya di Jawa Timur. Pendapat ini selain dianut dan dikemukakan oleh para peneliti dan ahli-ahli bangsa Indonesia, juga merupakan hasil penelitian sarjana-sarjana Barat. Di antara para sarjana Barat yang termasuk kelompok ini, adalah Hazeau, Brandes, Kats, Rentse, dan Kruyt.
Alasan mereka cukup kuat. Di antaranya, bahwa seni wayang masih amat erat kaitannya dengan keadaan sosiokultural dan religi bangsa Indonesia, khususnya orang Jawa. Panakawan, tokoh terpenting dalam pewayangan, yakni Semar, Gareng, Petruk, Bagong, hanya ada dalam pewayangan Indonesia, dan tidak di negara lain. Selain itu, nama dan istilah teknis pewayangan, semuanya berasal dari bahasa Jawa (Kuna), dan bukan bahasa lain.
Sementara itu, pendapat kedua menduga wayang berasal dari India, yang dibawa bersama dengan agama Hindu ke Indonesia. Mereka antara lain adalah Pischel, Hidding, Krom, Poensen, Goslings, dan Rassers. Sebagian besar kelompok kedua ini adalah sarjana Inggris, negeri Eropa yang pernah menjajah India.
Namun, sejak tahun 1950-an, buku-buku pe­wayangan seolah sudah sepakat bahwa wayang memang berasal dari Pulau Jawa, dan sama sekali tidak diimpor dari negara lain. Budaya wayang diperkirakan sudah lahir di Indo­nesia setidaknya pada zaman pemerintahan Prabu Airlangga, raja Kahuripan (976 -1012), yakni ketika kerajaan di Jawa Timur itu sedang makmur-makmur­nya. Karya sastra yang menjadi bahan cerita wayang sudah ditulis oleh para pujangga Indonesia, sejak abad X. Antara lain, naskah sastra Kitab Ramayana Kakawin berbahasa Jawa Kuna ditulis pada masa pemerintahan raja Dyah Balitung (989-910), yang merupakan gubahan dari Kitab Ramayana karangan pujangga In­dia, Walmiki.
Selanjutnya, para pujangga Jawa tidak lagi hanya menerjemahkan Ramayana dan Mahabarata ke bahasa Jawa Kuna, tetapi menggubahnya dan menceritakan kembali dengan memasukkan falsafah Jawa kedalamnya. Contohnya, karya Empu Kanwa Arjunawiwaha Kakawin, yang merupakan gubahan yang berinduk pada Kitab Mahabarata. Gubahan lain yang lebih nyata bedanya derigan cerita asli versi In­dia, adalah Baratayuda Kakawin karya Empu Sedah dan Empu Panuluh. Karya agung ini dikerjakan pada masa pemerintahan Prabu Jayabaya, raja Kediri (1130 – 1160).
Wayang sebagai suatu pergelaran dan tontonan pun sudah dimulai ada sejak zaman pemerintahan raja Airlangga. Beberapa prasasti yang dibuat pada masa itu antara lain sudah menyebutkan kata-kata “mawa­yang” dan `aringgit’ yang maksudnya adalah per­tunjukan wayang.
KELAHIRAN WAYANG KULIT
Mengenai saat kelahiran budaya wayang, Ir. Sri Mulyono dalam bukunya Simbolisme dan Mistikisme dalam Wayang (1979), memperkirakan wayang sudah ada sejak zaman neolithikum, yakni kira-kira 1.500 tahun sebelum Masehi. Pendapatnya itu didasarkan atas tulisan Robert von Heine-Geldern Ph. D, Prehis­toric Research in the Netherland Indie (1945) dan tulisan Prof. K.A.H. Hidding di Ensiklopedia Indone­sia halaman 987.
Kata `wayang’ diduga berasal dari kata `wewa­yangan’, yang artinya bayangan. Dugaan ini sesuai dengan kenyataan pada pergelaran Wayang Kulit yang menggunakan kelir, secarik kain, sebagai pembatas antara dalang yang memainkan wayang, dan penonton di balik kelir itu. Penonton hanya menyaksikan gerakan-gerakan wayang melalui bayangan yang jatuh pada kelir. Pada masa itu pergelaran wayang hanya diiringi oleh seperangkat gamelan sederhana yang terdiri atas saron, todung (sejenis seruling), dan kemanak. Jenis gamelan lain dan pesinden pada masa itu diduga masih belum ada.
Untuk lebih menjawakan budaya wayang, sejak awal zaman Kerajaan Majapahit diperkenalkan cerita wayang lain yang tidak berinduk pada Kitab Ramayana dan Mahabarata.
Sejak saat itulah cerita – ­cerita Panji, yakni cerita tentang leluhur raja-raja Majapahit, mulai diperkenalkan sebagai salah satu bentuk wayang yang lain. Cerita Panji ini kemudian lebih banyak digunakan untuk pertunjukan Wayang Beber. Tradisi menjawakan cerita wayang juga diteruskan oleh beberapa ulama Islam, di antaranya oleh para Wali Sanga. Mereka mulai mewayangkan kisah para raja Majapahit, di antaranya cerita Damarwulan.
Masuknya agama Islam ke Indonesia sejak abad ke-15 juga memberi pengaruh besar pada budaya wayang, terutama pada konsep religi dari falsafah wayang itu. Pada awal abad ke-15, yakni zaman Kerajaan Demak, mulai digunakan lampu minyak berbentuk khusus yang disebut blencong pada pergelaran Wayang Kulit.
Sejak zaman Kartasura, penggubahan cerita wayang yang berinduk pada Ramayana dan mahabarata makin jauh dari aslinya. Sejak zaman itulah masyarakat penggemar wayang mengenal silsilah tokoh wayang, termasuk tokoh dewanya, yang berawal dari Nabi Adam. Sisilah itu terus berlanjut hingga sampai pada raja-raja di Pulau Jawa. Dan selanjutnya, mulai dikenal pula adanya cerita wayang pakem. yang sesuai standar cerita, dan cerita wayang carangan yang diluar garis standar. Selain itu masih ada lagi yang disebut lakon sempalan, yang sudah terlalu jauh keluar dari cerita pakem.
Memang, karena begitu kuatnya seni wayang berakar dalam budaya bangsa Indonesia, sehingga terjadilah beberapa kerancuan antara cerita wayang, legenda, dan sejarah. Jika orang India beranggapan bahwa kisah Mahabarata serta Ramayana benar-benar terjadi di negerinya, orang Jawa pun menganggap kisah pewayangan benar-benar pernah terjadi di pulau Jawa.
Wayang,Pendidikan,Budaya,Hiburan dalam satu wadah Full View

HOME | ABOUT

Copyright © 2011 moment kita | Powered by BLOGGER | Template by 54BLOGGER